BAB
I
PENDAHULUAN
Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang
penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di
pasaran. Produk yang dibuat industri harus mempunyai hal-hal berikut:
• Kualitas baik
• Harga pantas
• Di
produksi dan diserahkan ke konsumen dalam waktu yang cepat.
Oleh karena itu proses produksi harus didukung oleh peralatan yang
siap bekerja setiap saat dan handal. Untuk mencapai hal itu maka
peralatan-peralatan penunjang proses produksi ini harus selalu dilakukan
perawatan yang teratur dan terencana.
Secara skematik, program perawatan di dalam suatu industri bisa
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peranan Program Pemeliharaan
sebagai pendukung aktivitas Produksi
Perawatan
: Suatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang,
memperbaikinya sampai pada suatu kondisi yang dapat diterima.
Merawat
dalam pengertian “suatu kondisi yang dapat diterima” antara suatu
perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya.
Mengapa
ada bagian perawatan?
Dibentuknya
bagian perawatan dalam suatu perusahaan industri dengan tujuan :
1. Agar mesin-mesin industri, bangunan, dan
peralatan lainnya selalu dalam keadaan siap pakai secara optimal.
2. Untuk menjamin kelangsungan produksi
sehingga dapat membayar kembali modal yang telah ditanamkan dan akhirnya akan
mendapatkan keuntungan yang besar.
Siapa
yang berkepentingan dengan bagian perawatan?
1. Penanam modal (investor).
2. Manager.
3. Karyawan perusahaan yang bersangkutan.
Bagi
investor perawatan penting karena:
1.
Dapat melindungi modal yang ditanam dalam
perusahaan baik yang berupa bangunan gedung maupun peralatan produksi.
2.
Dapat menjamin penggunaan sarana perusahaan
secara optimal dan berumur panjang.
3.
Dapat menjamin kembalinya modal dan keuntungan.
4.
Dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
5.
Dapat mengetahui dan mengendalikan biaya
perawatan dan mengembangkan data-data operasi yang berguna untuk membantu
menentukan anggaran biaya dimasa yang akan datang.
Bagi
para manager perawatan penting dengan harapan dapat membantu:
1. Melindungi bangunan dan instalasi pabrik
terhadap kerusakan.
2. Meningkatkan daya guna serta mengurangi
waktu menganggurnya peralatan.
3. Mengendalikan dan mengarahkan tenaga
karyawan.
4. Meningkatkan efisiensi bagian perawatan
secara ekonomis.
5. Memelihara instalasi secara aman.
6. Pencatatan perbelanjaan dan biaya pekerjaan.
7. Mencegah pemborosan perkakas suku cadang dan
material.
8. Memperbaiki komunikasi teknik.
9. Menyediakan data biaya untuk anggaran
mendatang.
10. Mengukur hasil kerja pabrik sebagai pedoman
untuk menempuh suatu kebijakan yang akan datang.
Bagi
karyawan, berkepentingan dengan perawatan dengan harapan dapat:
1. Menjamin kelangsungan hidup karyawan yang
memadai dalam jangka panjang, yang mana akan menumbuhkan rasa memiliki sehingga
peralatan/sarana yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya akan dijaga dan
dipelihara dengan baik.
2. Menjamin keselamatan kerja karyawan.
3. Menimbulkan rasa bangga bila bekerja pada
perusahaan yang sangat terpelihara keadaannya.
Tujuan
utama perawatan:
1. Untuk memperpanjang umur penggunaan asset.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum
peralatan yang dipasang untuk produksi dan dapat diperoleh laba yang maksimum.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari
seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang
menggunakan peralatan tersebut.
Konsep
Reliability
Probability
adalah ekspresi kuantitatif yang mewakili persentase sejumlah kejadian yang
terjadi (Sukses dibagi seluruh percobaan). Probability bahwa sistem atau produk akan
beroperasi dengan memuaskan pada waktu yang tertentu jika digunakan pada waktu
kondisi operasi tertentu.
Konsep Reliability
mencakup :
1. Probability.
2. Beroperasi dengan memuaskan
termasuk spesifikasi-spesifikasi yang harus dipenuhi.
3. Waktu
(time) meliputi :
-
Dasar
Perhitungan Probability.
-
Jadwal
(Schedule).
-
MTBF.
-
MTTF.
-
MTBM.
4. Kondisi Operasi tertentu (Khusus) :
-
Lokasi
Geografis.
-
Bentuk
Operasi.
-
Siklus
temperatu,kelembaban,vibrasi.
-
Faktor
Lingkungan.
Prinsip Pemeliharaan Sistem
1. Pemeliharaan harus mewujudkan tingkat
kesiapan sesuatu
2. Sistem Maksimal
3. Pemeliharaan harus menjamin terwujudnya
keamanan
4. Sistem Optimal
5. Pemeliharaan dapat mendayagunakan sumber
daya secara ekonomis
Azas-Azas Pemeliharaan
1. Pemeliharaan Optimal
(Tingkat,urutan,frekuensi).
2. kesiapan dan keandalan.
3. Cepat tanggap.
4. Kenyal..
5. Pemusatan dan penyebaran prasarana.
Faktor yang memengaruhi penentuan Konsep
Pemeliharaan sistem yang digunakan :
1. Pola Pengoperasian
-
Menyangkut
rencana penggunaan sistem.
2. Down Time
Jumlah waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan
-
Waktu
tunda adminstrasi
-
Waktu
tunda logistic (Suku cadang)
3. Program Pemeliharaan
-
Minimalisasi
Down time.
-
Effisiensi
sumber daya .
Terdiri dari :
1. Kegiatan pemeliharaan yang bersangkutan.
2. Objek Penjagaan.
3. Lamanya Pekerjaan dilakukan.
4. Keseimbangan beban kerja diantara setiap
jenis pemeliharaan.
5. Penentuan standar pemeliharaan.
Macam-macam Pemeliharaan
1. Berdasarkan tujuan pemeliharaan.
a. Pemeliharaan pencegahan.
b. Pemeliharaan perbaikan.
c. Pemeliharaan pengamatan dan pengawasan.
2. Berdasarkan Periode pelaksanaanya.
a. Pemeliharaan terjadwal.
b. Pemeliharaan tidak terjadwal.
3. Berdasarkan Waktu pelasanaanya
4. Berdasarkan dukungan dana.
a. Pemeliharaan terprogram .
b. Pemeliharaan tidak terprogram.
5. Berdasarkan jenis kegiatannya.
6. Berdasarkan tingkat pemeliharaan.
7. Berdasarkan tempat pemeliharaan.
Dukungan Pemeliharaan
1. Personil :
Sebagai pelaksanaan perawatan.
2. Material :
Komponen perbaikan.
3. Peralatan :
Bangunan dan instalasi, GSE.
4. Jasa :
Standard engineering, publikasi teknik,quality control,informasi.
5. Dana :
Perlu penyusunan prioritas.
Pembagian
lain yang lebih rinci :
1.
Test
& Support Equipment : tools, alat monitoring, alat ukur, kalibrasi. Tangga.
2.
Spares
& Repair Parts : semua repairable, spares repair parts, consumeable, specials
supplies.
3. Personal & Trainning.
4. Transportation & Handling.
5. Fasilitas.
6. Technical data : drawing, microfilm,eperating
& maintenance instruction, modifikasi, instruction sofware, information
dll.
CATATAN :
-
GSE
(GROUND SUPPORT EQUIPMENT) = Peralatan-Peralatan yang mendukung pemeliharaan
-
STANDARD
EGINEERING = Berkaitan erat dengan desain awal bisa juga dijadikan acuan jika
melakukan modifikasi.
-
PUBLIKASI
TEKNIK = Dikeluarkan untuk produsen
Terdiri 4 jenis :
1. User guide / How to operate.
2. Technical manual.
3. Illustration part breakdown.
4. Service Buletin / Service letter.
Reliability
Reliability makin diperluka karena semakin
kompleknya sistem yang harus dipelihara.
Reliability meliputi :
1. Probability.
2. Satisfactory Performance (Kualitatif &
Kuantitatif).
3. Time (MTBF, MTBM, MTTF).
4. Specifiec Operating Condition.
Perencanaan Reliability harus mempertimbangkan
faktor faktor :
1. Kebutuhan secara kualitatif dan kuantitatif
dari keandalan sistem.
2. Alokasi / pembagian yang merata dari
kebutuhan keandalan untuk tingkat sub sistem yang dibawahnya yang sesuai.
3. Perancangan teknis & praktis (Pemilihan
& pengendalian komponen, redundancy).
4. Analisis keandalan yang meliputi :
a. Penurunan blog diagram.
b. Model matematis.
c. Analisis Stress-Strength.
d. Analisis Worst-case.
e. Analisis Sneak-circuit.
f. Failure mode effect cricitality analysis.
5. Perkiraan & Taksiran keandalan
6. Pengaruh wadah pengepakan transfortasi
7. Handling & Pemeliharaan
8. Tinjauan perencanaan formal.
9. Pengujian & Evaluasi keandalan.
10. Pengumpulan data analisais dan tindakan
perbaikan.
11. Aspek Manajemen (Perencanaan &
pengendalian organisasi).
12. Hubungan dengan supplier.
Maintenance Frequency Factors
Ø Sebelumnya telah dibahas tentang pengukuran
reliability dengan MTBF dan l menjadi
faktor-faktor yang sama. Berdasarkan pembahasan tersebut, jelaslah bahwa
reliability dan maintenanability sangat erat kaitannya. Faktor-faktor
reliability, MTBF dan l adalah
dasar untuk menentukan frekuensi dari pemeliharaan koreksi. Sedangkan
maintenanability berhadapan dengan karakteristik didalam perancangan sistem
yang disinggungnya, guna meminimasi kebutuhan pemeliharaan koreksi untuk suatu
sistem jika nantinya status operasionalnya diasumsikan. Sehingga dalam bidang
ini, kebutuhan reliability dan maintainability untuk suatu sistem harus
kompetibel dan mendukung.
Ø Sebagai tambahan terhadap aspek pemeliharaan
koreksi dari dukungan sistem, maintainability juga berhadapan dengan
karakteristik perancanaan dan meminimasi (jika tidak dapat menghilangkan)
kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan pencegahan ditambahkan dengan sistem tersebut.
Kadang-kadang kebutuhan pemeliharaan pencegahan ditambahkan dengan objektif
dari peningkatan keandalan sistem (mengurangi kerusakan dengan mensepesifikasikan
penggantiian komponen pada waktu yang telah direncanakan). Bagaimanapun,
introduksi terhadap pemeliharaan pencegahan dapat memakan biaya yang banyak
atau mahal.
Mean
Time Between Maintenance (MTBM)
MTBM adalah rata-rata waktu diantara seluruh
tindakan pemeliharaan (corrective & preventive) dan dapat dihitung sebagai
berikut :
Dimana
MTBM adalah interval rata-rata dari pemeliharaan tak terjadual pemeliharaan
koreksi. MTBM adalah interval rata-rata dari pemeliharaan tak terjadual
pemeliharaan preventive. 1/MTBMu dan 1/MTBMs, merupakan laju pemeliharaan dalam
pengertian tindakan-tindakan pemeliharaan per jam dari operasinya sistem. MTBMs
seharusnya mendekati nilai MTBF, diasumsikan bahwa kombinasi laju kerusakan
adalah digunakan yang mana termasuk pertimbangan terhadap kerusakan utama yang
sudah menjadi sifatnya, ketergantungan kerusakan, kerusakan dari pabrik,
kerusakan karena pemakaian dan pemeliharaan dsb. Faktor frekuensi pemeliharaan,
MTBM adalah parameter utama dalam menentukan availability sistem dan
keseluruhan keefektifan.
Mean
Time Between Replacement (MTBR)
MTBR,
suatu faktor dari MTBM, mereferensi terhadap rata-rata waktu diantara
penggantian item dan parameter utama dalam penentuan kebutuhan suku cadang.
Dalam banyak kejadian, tindakan pemeliharaan koreksi dan pencegahan
diselesaikan tanpa menghasilkan kebutuhan untuk penggantian suatu suku cadang.
Contoh lainnya, penggantian item adalah dibutuhkan, yang mana sebagai
imbalannya memerlukan availability dari suku cadang dan kebutuhan inventory,
sebagai tambahannya dukungan tingkat pemeliharaan yang lebih tinggi mungkin
diperlukan. Dalam pengertian ini, MTBR adalah faktor signifikan, aplikatif pada
kegiatan pemeliharaan koreksii dan pencegahan yang melibatkan penggantian item,
dan merupakan parameter utama di dalam penentuan kebutuhan logistiik. Objektive
maintainability dalam perancangan sistem adalah untuk memaksimalkan MTBR jika
feasible.
Maintenance Cost Factors
n Untuk kebanyakan sistem produk, biaya
pemeliharaan merupakan segmen utama dari Total
Life Cycle Cost. Selanjutnya, pengalaman telah menunjukkan bahwa biaya
pemeliharaan secara sisgnifikan adalah akibat dari keputusan yang dibuat saat
perencanaan sistem sampai dengan masa-masa permulaan pengembangan sistem. Oleh
karena itu, sangat esensial bahwa Total
Life Cycle Cost dapat dipertimbangkan sebagai parameter utama desain,
dimulai dengan pendefinisian kebutuhan sistem.
n Aspek ekonomi secara khusus mempengaruhi
performasi tindakan pemeliharaan. Dengan kata lain, maintainability secara
langsung berhubungan dengan karakteristik dari perancangan sistem, yang mana
secara menyeluruh menghasilkan penyelesaian dari pemeliharaan pada keseluruhan
biaya minimum. Jika mempertimbangkan biaya pemeliharaan, berikut ini adalah
biaya-boaya yang berkaitan yang mungkin cocok sebagai kriteria dalam
perancangan sistem :
a. Cost per maintenance action ($/M)
b. Maintenance Cost per System operation Hour
($/OH)
c. Maintenance Cost per Month ($/Month)
d. Maintenance Cost per Mission Segment
($/Mission)
e. The Ratio
of Maintenance Cost to Total Life Cycle Cost
Supply Support
Factors
n Dukungan logistik meliputi spare part dan
inventory yang berhubungan dengan kebutuhan penyelesaian tindakan perawatan
baik yang terjadual maupun yang tidak terjadual.
n Pada setiap perawatan kita harus menentukan
jenis spare part dan jumlahnya untuk dibeli atau disimpan, berapa kali kita
harus melakukan pemesanan yang ekonomis. Kegiatan ini termasuk dalam analisis
dukungan logistik atau losgitic support
analysis (LSA).
n Jumlah spare part yang dibutuhkan merupakan
fungsi dari laju permintaan (demand rate) dan meliputi pertimbangan dari :
1. Jumlah spare part yang termasuk spare dab repair
part aktual sebagai hasil tindakan perawatan pencegahan dan koreksi
2. Tingkat persediaan tambahan dari spare untuk
memenuhi item repaireble dalam proses perawatan untuk mencegah stock out.
3. Tingkat persediaan tambahan dari spare dan
repair part untuk memenuhi lead time pembelian
4. Tingkat persediaan tambahan dari spare untuk
menutupi kekurangan jika ada spare yang rusak sebelum digunakan.
n Pertimbangan penting lainnya adalah menentukan
kebutuhan suku cadang sebagai akibat penggantian item dalam perawatan koreksi
dan faktor yang harus diperhatikan pada proses ini adalah :
1. Reliability dari item yang akan dicadangkan (to
be spared)
2. Jumlah item yang digunakan
3. Kebutuhan dari besarnya kemungkinan
(probabilitas) bahwa item tersebut akan tersedia pada saat diperlukkan.
4. Kekritisan item dihubungkan dengan keberhasilan
operasi
5. Cost
Test and Support Equipment Factors
n Tujuan dari penyediaan fasilitas pendukung dan
pengujian dalam kegiatan maintenance adalah menyediakan item yang tepat untuk
setiap pekerjaan perawatan, pada lokasi yang tepat dan dalam jumlah yang sesuai
kebutuhan.
n Pada saat menentukan peralatan pengujian yang
diperlukan, hal yang harus dipertimbangkan diantaranya :
1.
Jenis
item yang mungkin dikendalikan untuk diperbaiki di lokasi perbaikan
2.
Fungsi-fungsi
pengujian yang harus dipenuhi diantaranya parameter-parameter pengukuran
seperti tingkkat ketelitian dan toleransi yang dibutuhkan untuk setiap item.
3.
Antisipasi
frekuensi pengujian per satuan waktu
n Distribusi waktu-waktu kedatangan item biasanya
berdistribusi negatif exponential, dengan jumlah item yang datang dalam periode
waktu yang ditinjau mengikuti distribusi Poisson.
n Kebuthuan tingkat utilitas peralatan pengujian
(mengacu pada total waktu pengujian yang diperelukan untuk memproses setiap
kedatangan item untuk diuji) perlu untuk mengantisipasi kebutuhan reliability
dan maintenanability dari peralatan pengujian yang akan digunakan. Sehingga
kita perlu mempertimbangkan nilai MTBM dan MDT dari peralatan pengujian
tersebut.
Organizational
Factors
n Pengukuran yang berhubungan dengan organisasi
perawatan pada dasarnya sama seperti jenis organisasi lain. Hubungannya dengan
dukungan logistik diantaranya adalah :
1.
Waktu tenaga kerja langsung perawatan untuk
setiap kategori personil atau tingkat keahlian dalam kegiatan perawatan. Labor
time (waktu tenaga kerja/pekerja) mungkin dibagi lagi menjadi waktu perawatan
terjadual dan tidak terjadual. Labor time menggambarrkan :
a. Maintenance manhours per system operation hour
(MMH/OH)
b. Maintenance manhours per mission cycle (or
segment of a mission)
c. Maintenance manhours per month (MMH/month)
d. Maintenance manhours per maintenance action
(MMH/MA)
2. Waktu tenaga kerja tidak langsung untuk
mendukkung kegiatan perawatan (misalnya dimasukkan sebagai faktor overhead)
3. Tingkat/laju keluar masuknya personil (turnover
rate) dalam persen
4. Tingkat/laju pelatihan personil atau platihan
formal dalam hari-orang per tahun dalam hal sistem operasi dan dukungannya.
5. Jumlah pesanan pekerjaan perawatan yang
diproses per satuan waktu (minggu, bulan, tahun) dan rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk mengerjakkannya.
6. Rata-rata ADT (administrative delay time) atau
rata-rata wakktu dari saat memulai diterima sampai perawatan aktif pada item
tersebut dimulai.
n Hubungannya dengan logistik, elemen organisasi
sangat penting bagi efektifitas dan keberhasiilan dukungan terhadap sistem.
n Tenaga kerja dalam jumlah yang tepat dan
tingkat keahlian yang sesuai harus tersedia saat dibutuhkkan dan penugasan
individual pada setiap pekerjaan harus dilakukan pelatihan yang cocok.
Facility Factors
n Fasilitas diperlukan untuk mendukung kegiatan
perawatan aktif, meliputi pergudangan spare dan repair part dan kantor untuk
kegiatan administratif
n Faktor yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan fasilitas adalah :
1. Waktu proses item atau Turn Around Time (TAT), yaitu lintas waktu yang diperlukan untuk
memproses item yang dirawat, mengembalikannya pada status operasi penuh/siap
pakai.
2. Tingkat penggunaan fasilitas, misalnbya rasio
antara waktu yang terpakai denbgan waktu yang tersedia untuk digunakan,
persentase penggunaan dalam termimologi ketersediaan ruangan, dll.
3. Tingkat penggunaan energi dalam perawatan,
misalnya jumlah satuan energi per tindakan perawatan, ongkos/biaya energi yang
terpakai per waktu atau tindakan perawatan
4. Total cost fasilitas untuk sistem operasi dan
dukungannya, misalnya total cost per month, cost per maintenance action.
BAB II
PENGORGANISASIAN DEPARTEMEN PERAWATAN
Dalam pengorganisasian pekerjaan perawatan,
perlu diselaraskan secara tepat antara faktor-faktor keteknikan, geografis dan
situasi personil yang mendukung.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi pembentukan departemen perawatan adalah:
a. Jenis Pekerjaan
Jenis
pekerjaan perawatan akan menentukan karakteristik pengerjaan dan jenis
pengawasan. Jenis-jenis pekerjaan perawatan yang biasanya dilakukan adalah :
sipil, permesinan, pemipaan, listrik dan sebagainya.
b. Kesinambungan Pekerjaan
Jenis
pengaturan pekerjaan yang dilakukan di suatu perusahaan/industri akan
mempengaruhi jumlah tenaga perawatan dan susnan organisasi perusahaan. Sebagi
contoh, untuk pabrik yang melakukan aktifitas pekerjaan lima hari kerja seminggu
dengan satu shift, maka program perawatan preventif dapat dilakukantanpa
menganggu kegiatan produksi dimana pekerjaan perawatan bisa dilakukan diluar
jam produksi. Berbeda halnya dengan aktifitas pekerjaan produksi yang kontinyu
( 7 hari seminggu, 3 shift sehari) maka pekerjaan perawatan harus diatur ketika
mesin sedang berhenti beroperasi.
c. Situasi Geografis
Lokasi
pabrik yang terpusat akan mempunyai jenis program perawatan yang berbeda jika
dibandingkan dengan lokasi pabrik yang terpisah-pisah. Sebuah pabrik besar dan
bangunannya tersebar akan lebih baik menerapkan program perawatan lokal
masing-masing (desentralisasi), sedangkan pabrik kecil atau lokasi bangunannya
berdekatan akan lebih baik menerapkan sistem perawatan terpusat (sentralisasi).
d. Ukuran Pabrik
Pabrik
yang besar akan membutuhkan tenaga perawatan yang besar dibandingkan dengan
pabrik yang kecil, demikian pula halnya bagi tenaga pengawas.
e. Ruang lingkup bidang perawatan pabrik
Ruang
lingkup pekerjaan perawatan ditentukan menurut kebijaksanaan manajemen.
Departemen perawatan yang dituntut melaksanakan fungsi primer dan sekunder akan
membutuhkan supervisi tambahan, sedangkan departemen perawatan yang fungsinya
tidak terlalu luas akan membutuhkan organisasi yang lebih sederhana.
f. Keterandalan tenaga kerja yang terlatih
Dalam
membuat program pelatihan, dipertimbangkan terhadap tuntutan keahlian dan
keandalan pada masing-masing lokasi yang belum tentu sama.
Konsep
Dasar Organisasi Departemen Perawatan
Beberapa konsep dasar organisasi perawatan
adalah :
a.
Adanya pembatasan wewenang yang jelas dan layak
untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam kekuasaan.
b.
Hubungan vertikal antara atasan dan bawahan
yang menyangkut masalah wewenang dan tanggung jawab dibuat sedekat mungkin.
c.
Menentukan jumlah optimum pekerja yang
ditangani oleh seorang pengawas.
d.
Susunan personil yang tepat dalam organisasi.
Prinsip-prinsip
Organisasi Departemen Perawatan
a. Perencanaan organisasi yang logis
Bertujuan
untuk mencapai tujuan produksi :
• Ongkos
perawatan untuk setiap unit produksi diusahakan serendah mungkin
• Meminimumkan
bahan sisa atau yang tidak standar
• Meminimumkan
kerusakan peralatan yang kritis
• Menekan
ongkos perawatan peralatan yang non-kritis serendah mungkin
• Memisahkan
fungsi administratuf dan penunjang teknik.
b. Fasilitas yang memadai:
• Kantor : lokasi yang cocok, ruangan dan
kondisi ntempat kerja yang baik.
• Bengkel : tempat pekerjaan, lokasi bangunan,
ruangan dan peralatan.
• Sarana komunikasi : telepon, pesuruh dll.
c. Supervisi yang efektif
Diperlukan
dalam mengelola pekerjaan, dimana :
• Fungsi dan tanggung jawab jelas
• Waktu yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan
• Latihan khusus untuk memenuhi kecakapan
• Cara untuk menilai hasil kerja
d. Sistem dan kontrol yang efektif :
• Jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan
• Kualitas hasil pekerjaan perawatan
• Ketelitian pekerjaan perawatan (tidak terjadi
over maintenance)
• Penampilan kerja tenaga perawatan
• Biaya perawatan.
Berikut
diberikan sebuah bentuk struktur organisasi departemen perawatan di industri.
Gambar 2. Struktur Organisasi departemen
perawatan di industry
BAB IV
BAB III
JENIS JENIS
PERAWATAN
Dalam
istilah perawatan disebutkan bahwa disana tercakup dua pekerjaan yaitu istilah
“perawatan” dan “perbaikan”. Perawatan dimaksudkan sebagai aktifitas
untuk mencegah kerusakan, sedangkan istilah perbaikan dimaksudkan
sebagai tindakan untuk memperbaiki kerusakan.
Secara
umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan, dapat dibagi menjadi
dua cara:
1.
Perawatan yang direncanakan (Planned Maintenance).
2.
Perawatan yang tidak direncanakan (Unplanned Maintenance).
Secara skematik pembagian perawatan bisa dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 3.
Jenis Perawatan
Bentuk-bentuk Perawatan
1. Perawatan
Preventif (Preventive Maintenance)
Adalah
pekerjaan perawatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau
cara perawatan yang direncanakan untuk pencegahan (preventif).
Ruang lingkup
pekerjaan preventif termasuk: inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan
penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar
dari kerusakan.
2. Perawatan
Korektif
Adalah
pekerjaan perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi
fasilitas/peralatan sehingga mencapai standar yang dapat diterima.
Dalam perbaikan
dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan
perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
3. Perawatan
Berjalan
Dimana
pekerjaan perawatan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Perawatan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi.
4. Perawatan
Prediktif
Perawatan
prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan
dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya perawatan
prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang
canggih.
5. Perawatan
setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan
perawatan dilakukan setelah terjadi kerusakan pada peralatan, dan untuk
memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga
kerjanya.
6. Perawatan
Darurat (Emergency Maintenance)
Adalah
pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau
kerusakan yang tidak terduga.
Disamping jenis-jenis perawatan yang telah disebutkan diatas,
terdapat juga beberapa jenis pekerjaan lain yang bisa dianggap merupakan jenis
pekerjaan perawatan seperti:
1. Perawatan dengan cara penggantian (Replacement instead of
maintenance)
Perawatan
dilakukan dengan cara mengganti peralatan tanpa dilakukan perawatan, karena
harga peralatan pengganti lebih murah bila dibandingkan dengan biaya
perawatannya. Atau alasan lainnya adalah apabila perkembangan teknologi sangat
cepat, peralatan tidak dirancang untuk waktu yang lama, atau banyak komponen
rusak tidak memungkinkan lagi diperbaiki.
2. Penggantian yang direncanakan (Planned Replacement)
Dengan telah
ditentukan waktu mengganti peralatan dengan peralatan yang baru, berarti
industri tidak memerlukan waktu lama untuk melakukan perawatan, kecuali untuk
melakukan perawatan dasar yang ringan seperti pelumasan dan penyetelan. Ketika
peralatan telah menurun kondisinya langsung diganti dengan yang baru. Cara
penggantian ini mempunyai keuntungan antara lain, pabrik selalu memiliki
peralatan yang baru dan siap pakai.
Istilah-istilah
yang umum dalam perawatan:
1. Availability:
Perioda waktu
dimana fasilitas/peralatan dalam keadaan siap untuk dipakai/dioperasikan.
2. Downtime: Perioda waktu dimana fasilitas/peralatan dalam keadaan
tidak dipakai/dioperasikan.
3. Check:
Menguji dan
membandingkan terhadap standar yang ditunjuk.
4. Facility Register
Alat pencatat
data fasilitas/peralatan, istilah lain bisa juga disebut inventarisasi
peralatan/fasilitas.
5. Maintenance management:
Organisasi perawatan dalam suatu kebijakan yang sudah disetujui
bersama.
6. Maintenance Schedule:
Suatu daftar
menyeluruh yang berisi kegiatan perawatan dan kejadian-kejadian yang
menyertainya.
7. Maintenance planning:
Suatu
perencanaan yang menetapkan suatu pekerjaan serta metoda, peralatan, sumber
daya manusia dan waktu yang diperlukan untuk dilakukan dimasa yang akan datang.
8. Overhaul:
Pemeriksaan dan
perbaikan secara menyeluruh terhadap suatu fasilitas atau bagian dari fasilitas
sehingga mencapai standar yang dapat diterima.
9. Test:
Membandingkan
keadaan suatu alat/fasilitas terhadap standar yang dapat diterima.
10. User:
Pemakai
peralatan/fasilitas.
11. Owner: Pemilik
peralatan/fasilitas.
12. Vendor:
Seseorang atau
perusahaan yang menjual peralatan/perlengkapan, pabrik-pabrik dan
bangunan-bangunan.
13. Efisiensi:
14. Trip: Mati sendiri secara otomatis (istilah dalam listrik).
15. Shut-in:
Sengaja
dimatikan secara manual (istilah dalam pengeboran minyak).
16. Shut-down:
Mendadak mati
sendiri / sengaja dimatikan.
Strategi Perawatan
Pemilihan program perawatan akan mempengaruhi kelangsungan
produktivitas produksi pabrik. Karena itu perlu dipertimbangkan secara cermat
mengenai bentuk perawatan yang akan digunakan terutama berkaitan dengan
kebutuhan produksi, waktu, biaya, keterandalan tenaga perawatan dan kondisi
peralatan yang dikerjakan.
Dalam menentukan strategi perawatan, banyak ditemui
kesulitan-kesulitan diantaranya:
• Tenaga kerja yang terampil
• Ahli teknik yang berpengalaman
• Instrumentasi yang cukup mendukung
• Kerja sama yang baik diantara bagian perawatan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan strategi perawatan:
• Umur peralatan/mesin produksi
• Tingkat kapasitas pemakaian mesin
• Kesiapan suku cadang
• Kemampuan bagian perawatan untuk bekerja cepat
• Situasi pasar, kesiapan dana dan lain-lain.
PERAWATAN YANG
DIRENCANAKAN
Jadwal Operasi
Pabrik
Untuk menjalankan program produksi dengan gangguan minimum, maka
waktu untuk pekerjaan perawatan perlu direncanakan sebaik mungkin. Waktu
pekerjaan perawatan ditentukan atas kondisi berikut:
• Kapan aktivitas produksi dihentikan karena adanya kebutuhan
perawatan.
• Kapan pabrik tidak beroperasi karena jadwal waktu atau jam kerja
yang sudah.
Penentuan jam operasi pabrik tergantung besar kecilnya industri,
jenis dan tingkat produksi. Tabel 1. memperlihatkan berbagai sistem penggantian
waktu kerja di industri, sehingga bisa ditentukan waktu yang tersedia untuk
melakukan pekerjaan perawatan pada saat pabrik tidak beroperasi.
Perencanaan
Perawatan
Urutan
perencanaan fungsi perawatan meliputi :
a. Bentuk perawatan yang akan ditentukan.
b. Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang akan dilaksanakan
dengan pertimbangan ke masa depan.
c. Pengontrolan dan pencatatan
Tabel 1. Sistem
Penggantian waktu kerja di industri
d. Pengumpulan semua masalah perawatan yang dapat diselesaikan
dengan suatu bentuk perawatan.
e. Penerapan
bentuk perawatan yang dipilih:
• Kebijaksanaan perawatan yang telah dipertimbangkan secara cermat.
• Alternatif yang diterapkan menghasilkan suatu kemajuan.
• Pengontrolan dan pengarahan pekerjaan sesuai rencana.
• Riwayat perawatan dicatat secara statistik dan
dihimpun serta dijaga untuk dievaluasi hasilnya guna menentukan persiapan
berikutnya.
Sasaran Perencanaan Perawatan
Sasaran perencanaan perawatan :
• Bagian khusus dari pabrik dan fasilitas yang
akan dirawat.
• Bentuk, metode dan bagaimana tiap bagian itu
dirawat.
• Alat perkakas dan cara penggantian suku cadang.
• Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perawatan.
• Frekwensi perawatan yang perlu dilakukan.
• Sistem Pengelolaan pekerjaan.
• Metode untuk menganalisis pekerjaan.
Dasar-dasar pokok yang menunjang dalam pembentukan
sistem perawatan:
• Jadwal kegiatan perawatan untuk semua fasilitas
pabrik.
• Jadwal kegiatan perawatan lengkap untuk
masing-masing tugas yang harus dilakukan pada tiap bagian.
• Program yang menunjukkan kapan tiap tugas harus
dilakukan.
• Metode yang menjamin program perawatan dapat
berhasil.
• Metode pencatatan hasil dan penilaian
keberhasilan program perawatan.
Faktor-faktor
Yang Diperhatikan Dalam Perencanaan Pekerjaan Perawatan
a.
Ruang lingkup pekerjaan.
Untuk
tindakan yang tepat, pekerjaan yang dilakukan perlu diberi petunjuk atau
pengarahan yang lengkap dan jelas. Pengadaan gambar-gambar atau skema dapat
membantu dalam melakukan pekerjaan.
b.
Lokasi pekerjaan.
Lokasi
pekerjaan yang tepat dimana tugas dilakukan, merupakan informasi yang
mempercepat pelaksanaan pekerjaan. Penunjukan lokasi akan mudah dengan memberi
kode tertentu, misalnya nomor gedung, nomor departemen dsb.
c.
Prioritas pekerjaan.
Prioritas
pekerjaan harus dikontrol sehingga pekerjaan dilakukan sesuai dengan urutan
yang benar. Jika suatu mesin mempunyai peranan penting, maka perlu memberi
mesin tersebut prioritas utama.
d.
Metode yang digunakan.
“Membeli
kemudian memasang” sangat berbeda artinya dengan “membuat kemudian memasang”.
Meskipun banyak pekerjaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun akan lebih
baik jika penyelesaian pekerjaan tersebut dilakukan dengan metode yang sesuai
dengan keahlian yang dipunyai.
e.
Kebutuhan material.
Apabila
ruang lingkup dan metode kerja yang digunakan telah ditentukan, maka biasa
diikuti dengan adanya kebutuhan material. Material yang dibutuhkan ini harus
selalu tersedia.
f.
Kebutuhan alat perkakas.
Sebaiknya
alat yang khusus perlu diberi tanda pengenal agar mudah penyediaannya bila akan
digunakan. Kunci momen, dongkrak adalah termasuk alat-alat khusus yang perlu
ditentukan kebutuhannya.
g.
Kebutuhan keahlian.
Keahlian
yang dimiliki seorang pekerja akan memudahkan dia bekerja.
h.
Kebutuhan tenaga kerja.
Jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan harus ditentukan untuk
setiap jenis keahlian. Hal ini berguna dalam ketetapan pengawasannya.
Sistem
Organisasi Untuk Perencanaan Yang Efektif
Perencanaan
yang ditangani oleh staf perawatan adalah untuk mempersiapkan pengawasan
terhadap pelaksanaan pekerjaan perawatan. Bagian perencana bertanggung jawab
terhadap perencanaan:
a. Sistem order pekerjaan.
b. Perencanaan estimasi.
c. Penjadwalan.
d. Kontrol jaminan order
e. Laporan hasil kerja.
Pada
bagan dibawah ini diperlihatkan salah satu contoh hubungan fungsi perencanaan
yang diorganisasikan dalam struktur jenis perawatan
Gambar 4. Perencanaan Perawatan
Estimasi
Pekerjaan
Perencanaan perawatan diadakan untuk membuat jadwal kerja dan
kontrol yang dibutuhkan dalam menetapkan waktu yang diperlukan untuk melakukan
kerja. Penilaian waktu kerja dilakukan oleh seorang estimator. Penilaian dengan
kwalitas tinggi akan dihasilkan dari seorang estimator yang berpengalaman,
berpengetahuan dan berkemampuan dalam bidang estimasi.
Kerugian-kerugian
dari estimasi yang dibuat oleh pengawas adalah sebagai berikut:
a. Estimasi tidak tetap dan tidak teliti.
b. Estimasi sangat bervariasi ketelitiannya bila estimator
berbeda-beda.
c. Metode pembandingnya sulit.
d. Latihan estimator tidak mudah.
e. Kebenarannya hampir tidak mungkin.
Suatu
metode estimasi yang terarah, disebut sistem data historis, dengan memakai
nilai waktu rata-rata berdasarkan pengalaman masa lalu. Namun metode data
historis juga mempunyai kelemahan yaitu:
a. Nilai waktu rata-rata yang direfleksikan dari
harga lama tidak seteliti waktu sekarang.
b. Metode yang berganti-ganti sulit
membandingkannya.
c. Pekerjaan yang baru sulit ditaksir.
d. Kekurangan masa lalu menjadi dasar pada sistem.
Standar
waktu kerja bisa ditetapkan pada tiap fungsi perawatan dengan metode-metode
yang ada seperti metode “studi mengenai gerak dsb.
Tabel
2.
adalah contoh lembaran data standar pekerjaan pemeliharaan.
Keuntungan-keuntungan
Dari Perawatan Yang Direncanakan
Perawatan
yang direncanakan dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a.
Kesiapan fasilitas industri lebih besar
1. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada peralatan
bisa berkurang karena adanya sistem perawatan yang baik dan teratur.
2. Pelaksanaan perawatan tidak banyak mengganggu
kegiatan produksi, sehingga hilangnya waktu produksi menjadi minimum.
3. Perawatan yang lebih sederhana dan teratur
dapat mengurangi kemacetan produksi daripada adanya perawatan khusus yang
mahal.
4. Perlengkapan dan suku cadang yang dibutuhkan
lebih mudah terkontrol dan selalu tersedia bilaman diperlukan.
b. Pelayanan yang sederhana dan teratur, lebih cepat dan
murah daripada memperbaiki kerusakkan yang terjadi secara tiba-tiba.
c. Pengelolaan dan pelayanan perawatan yang
terencana dapat menjaga kesinambungan hasil industri dengan kualitas dan
efisiensi yang tinggi.
d.
Pemanfaatan tenaga kerja lebih besar dan efektif.
1. Frekuensi pekerjaan perawatan yang direncanakan
dapat merata dalam setahunnya, sehingga penumpukan tugas perawatan akan
terkurangi.
2. Tiap jenis pekerjaan perawatan lebih mudah
diketahui kemajuannya dan dapat terkontrol secara efektif.
3. Cara kerja perawatan yang positif dapat
mempengaruhi sikap kerja menjadi lebih baik dengan pendekatan yang penuh
dedikasi dan tanggung jawab.
e. Adanya perhatian yang penuh untuk mengelola
seluruh sarana dalam melayani program perawatan.
Tabel 2. contoh
lembaran data standar pekerjaan pemeliharaan
BAB V
FAKTOR
PENUNJANG PADA SISTEM PERAWATAN
Inventarisasi
Inventaris adalah suatu daftar semua fasilitas yang ada di seluruh
bagian, termasuk gedung dan isinya. Inventarisasi bertujuan untuk memberi tanda
pengenal bagi semua fasilitas di industri.
Inventaris yang dibuat harus mengandung informasi yang jelas dan
mudah dimengerti dengan cepat, sehingga dapat membantu kelancaran pekerjaan.
Dengan demikian pekerjaan perawatan akan lebih mudah.
Contoh lembar inventaris yang cukup lengkap ditunjukkan oleh gambar
1. Keterangan kolomnya adalah sbb:
• Nomor Identitas : Penomoran atau kode identitas yang tertulis
pada tiap bagian harus mempunyai arti positif.
• Keterangan Fasilitas : berisi keterangan singkat mengenai
informasi pokok dari peralatan. Kalau memungkinkan pelat nama dari mesin dapat
dicantumkan.
• Lokasi : menunjukkan departemen, seksi atau tempat peralatan
berada, misalnya: bengkel perawatan, ruang pompa dsb.
• Kelompok : untuk mengelompokkan jenis peralatan menurut
bagiannya, termasuk bagian mesin atau listrik.
• Tingkat Prioritas. Tingkat prioritas ditentukan dari No. 1 sampai
5, yang menunjukkan urutan order berdasarkan tingkat kepentingannya dalam
menunjang proses produksi.
Prioritas no.
1: untuk peralatan-peralatan yang efisiensi kerjanya sangat vital.
Bila terjadi
kerusakkan dari salah satu bagian ini dapat cepat mempengaruhi atau
menghentikan produksi.
Tabel 3. Contoh lembar Inventaris
􀂾
Prioritas no. 2: Kerusakan yang terjadi pada salah satu bagian ini tidak cepat
menganggu proses produksi, tetapi lama kelamaan dapat menganggu.
􀂾
Prioritas no. 3 dan 4: Sama dengan prioritas no. 2 dalam kepentingan ordernya.
􀂾
Prioritas no. 5: Pabrik tidak mengalami kemacetan produksi dan tidak
menimbulkan bahaya apapun karena pemakaian alat ini tidak menunjang langsung
proses produksi.
• Keterangan : Catatan-catatan yang harus dibuat harus
dapat menunjang dalam perencanaan perawatan.
Identifikasi Fasilitas Industri
a. Simbol Identitas
Dalam pemberian identitas, perlu diperhatikan supaya
jangan terjadi penandaan yang mempunyai arti sama pada peralatan yang berbeda.
Tiap bagian harus diidentifikasikan dengan suatu simbol yang mengandung arti
jelas menurut instruksi, catatan, kartu pekerjaan, spesifikasi, laporan dan
lain-lainnya.
Hal-hal penting dalam pemberian identitas adalah:
1.
Tidak terjadi kesalahan dalam pemberian identitas pada
bagian yang dimaksud.
2.
Pemberian identitas pada masing-masing bagian mempunyai
arti yang ada kaitannya dengan dokumen.
3.
Melokasikan tanda-tanda yang dimaksud pada
bagian-bagian yang mudah terlihat.
4.
Identifikasi menunjukkan departemen, seksi, kelompok
atau jenis dari bagian-bagian yang dimaksud.
Identitas yang diberikan dapat diberikan dengan kode warna,
bentuk, pola, nama, huruf, angka atau gabungan dari semuanya.
Berikut ini adalah contoh dalam pemberian kode identitas pada tiap
departemen.
• Pengecoran logam (Foundry) : F
• Ruang Penyimpanan alat (Toolroom) : T
• Bengkel Mesin (Machine shop) : M
• Ruang Ketel (Boiler Room) : B
Identitas
dengan kode M 42 artinya:
M : Departemen
Bengkel mesin
42 : Nomor bagian
di dalam departemen
M 42 : Menunjukkan
nomor bagian 42 di dalam bengkel mesin.
Pemakaian
metode identifikasi diatas ada kelemahannya, karena kode identitas tersebut
hanya dapat menunjukkan informasi yang terbatas, dan huruf abjad sulit
disesuaikan dengan sistem mekanisasi.
Suatu pendekatan dasar dalam pembuatan identitas menurut angka
dapat diterapkan pada mesin-mesin perkakas di industri besar yang terdiri dari
beberapa departemen. Sebagai contoh:
•
Dua angka
pertama menunjukkan lokasi mesin, misalnya : departemen.
•
Dua angka berikutnya
menunjukkan jenis mesin, misalnya : mesin bubut, mesin frais dsb.
•
Dua angka
terakhir menunjukkan nomor mesin dalam kelompok jenisnya, misalnya : mesin
bubut no. 1, mesin bubut no. 2 , dsb.
Sebagai contoh
masing-masing kelompok angka diindek seperti berikut:
Contoh indek
lokasi :
01 Bengkel Mesin
02 Bengkel Las
03 Bengkel Pengepasan
04 Bengkel Pola
05 Bengkel Pengecoran Logam
06 Bengkel Press
07 Ruang Ketel
08 Ruang Kompressor
09 Bengkel Perawatan
Contoh Indek
Jenis Mesin:
01 Mesin Bubut
02 Mesin Frais Universal
03 Mesin Sekrap
04 Mesin Perata
05 Mesin Gerinda Datar
06 Mesin Gerinda Silinder
07 Mesin Bor, dst
Contoh
Penerapan :
Gambar 5. Penomoran
b. Penandaan
Fasilitas
Bila suatu bagian dari fasilitas perlu diberi kode identifikasi,
maka penandaannya tersebut harus jelas dan metode pembuatan tanda-tanda harus
berdasarkan standar yang berlaku dalam lingkungan pabrik.
Daftar
Fasilitas
Daftar fasilitas adalah suatu catatan mengenai data-data teknik
dari suatu peralatan. Daftar fasilitas ini bisa dipakai sebagai referensi
untuk:
•
Menetapkan
spesifikasi yang asli, kinerja semula.
•
Menetapkan
batas yang direkomendasikan, pengepasan, toleransi.
• Membantu
dalam pelayanan suku cadang dan cara pemasangannya yang benar.
• Meyediakan
informasi yang diperlukan untuk rencana pemindahan, relokasi, sistem pondasi
yang aman dan lay-out pabrik.
Keterangan pada
pelat nama dan informasi dari pabrik pembuatnya dapat dijadikan dasar untuk melengkapi
informasi yang dibutuhkan. Gambar 6, menunjukkan contoh informasi yang
didapat dari data suatu motor listrik.
Gambar 6. Catatan informasi untuk motor listrik
Daftar Rencana Perawatan
Daftar rencana perawatan adalah suatu rencana pekerjaan perawatan
yang akan dilakukan berdasarkan luasnya kejadian. Untuk melakukan perawatan
pada tiap peralatan, perlu adanya daftar rencana perawatan yang disusun menurut
pekerjaan yang dibutuhkan, seperti: inspeksi, pelumasan, penyetelan,
penggantian komponen, overhaul dsb. Frekuensi perawatan ini perlu
dipertimbangkan menurut efisiensi peralatan dalam fungsinya.
Gambar 7 adalah contoh
dari suatu daftar rencana perawatan yang merupakan petunjuk dalam melakukan inspeksi pada
motor induksi.
Gambar 7. Daftar rencana perawatan pada motor induksi
Daftar rencana perawatan merupakan petunjuk pekerjaan meskipun
tidak mutlak, tetapi setidak-tidaknya dapat memberikan informasi awal untuk
melakukan perawatan.
Spesifikasi
Pekerjaan
Spesifikasi pekerjaan adalah suatuketerangan mengenai pekerjaan
yang akan dilakukan. Untuk melakukan perawatan secara efektif, perlu ditentukan
adanya keterangan pekerjaan yang harus dilengkapi menurut kepentingannya.
Pekerjaan-pekerjaan penting yang menunjang efektifitas perawatan perlu
ditentukan menurut spesifikasi pekerjaan yang jelas untuk petunjuk pelaksanaan
perawatan. Tabel 4 menunjukkan contoh spesifikasi
pekerjaan dalam daftar rencana perawatan untuk mesin diesel penggerak generator
listrik.
Tabel 4. Daftar rencana perawatan mesin
diesel
Dengan adanya spesifikasi pekerjaan, maka penyelesaian tugas
perawatan akan lebih mudah, terarah dan sesuai yang ditentukan. Setiap tugas
yang dicatat dalam daftar rencana perawatan dapat dikelompokkan secara khusus
menurut jenis pekerjaannya. Seperti contoh diatas, dikelompokkan atas: Servis A
Harian, dan Servis B Mingguan.
Program perawatan adalah suatu daftar lokasi
setiap pekerjaan perawatan berikut dengan penentuan waktu pelaksanaannya
masing-masing. Program perawatan merupakan susunan daftar kegiatan perawatan
untuk setiap peralatan yang tercatat. Tujuan pembuatan program perawatan
adalah:
a.
Untuk menerapkan pekerjaan yang direncanakan:
•
Meratakan
beban kerja perawatan yang terjadi dalam setahun.
•
Menjamin
agar tidak terjadi kelalaian pekerjaan perawatan pada suatu peralatan.
•
Menjamin
bahwa frekuensi perawatan yang dilakukan berdasarkan kebutuhannya
masing-masing.
•
Mengkoordinasikan
pekerjaan perawatan untuk peralatan yang saling berhubungan.
•
Mengkoordinasikan
pekerjaan perawatan dengan kebutuhan produksi.
b.
Mengajukan semua kebutuhan untuk pekerjaan perawatan, mengadakan program yang
dijalankan untuk waktu sekarang dan berikutnya (dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Membantu usaha dalam perencanaan suku cadang, tenaga kerja yang
dibutuhkan dan pengontrolan anggarannya.
c.
Untuk meningkatkan pekerjaan perawatan yang akan dilaksanakan (dalam jangka
pendek).
•
Merumuskan rencana kerja mingguan (dalam waktu dekat)
•
Memberikan peluang waktu untuk kegiatan produksi.
•
Menyediakan waktu untuk pengawasan pekerjaan, suku cadang, sub kontraktor, dan
lain-lain.
Gambar 8. Form Laporan pekerjaan
Program perawatan harus dibuat dengan jangka waktu
yang fleksibel, biasanya ditentukan berdasarkan periode tahunan. Bila pengoperasian
pabrik dapat berlangsung selama dua tahun atau tiga tahun, maka rencana program
untuk pekerjaan perawatan-perawatan yang besar (overhaul) dapat diperpanjang
periode waktunya.
Dalam mempersiapkan program perawatan ini perlu
dikonsultasikan bersama departemen produksi untuk dipertimbangkan dengan jadwal
produksi. Sehingga dengan demikian kegiatan perawatan tidak menganggu
pelaksanaan kegiatan produksi.
Perencanaan Waktu Perawatan
Pelayanan perawatan pada masing-masing peralatan
perlu diseimbangkan, tidak terlalu kurang dan tidak terlalu lebih. Perawatan
terlalu kurang (under maintained) dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan yang
lebih awal, sedangkan terlalu banyaknya perawatan (over maintained) dapat
menimbulkan pekerjaan-pekerjaan yang tidak diperlukan sehingga terjadi
pemborosan.
Frekuensi pekerjaan perawatan dapat ditentukan
berdasarkan:
a.
Menurut skala waktu kalender, misalnya:
• Mingguan
• Bulanan
• Kwartalan
• Tahuan, dst.
b.
Menurut waktu operasi:
• Jam operasi
• Jumlah putaran operasi
• Jarak tempuh
Catatan
Historis
Catatan historis adalah suatu dokumen yang menginformasikan tentang
semua pekerjaan yang telah dilakukan pada peralatan.
Keberhasilan suatu sistem hanya dapat dievaluasi dari hasil yang
telah dicapai, fakta-fakta ini merupakan keputusan yang diambil untuk tindakan
selanjutnya.
Informasi
mengenai data perawatan dimasukkan dan disimpan pada kartu catatan historis.
Pencatatan mengenai kejadian-kejadian dalam perawatan harus dibuat menurut
kondisi fasilitas atau bagian yang dirawat. Dalam hal ini perlu ditentukan:
• Informasi apa yang harus dicatat
• Bagaimana informasi harus dicatat dan disimpan
Informasi
pokok yang perlu dicatat adalah: nama fasilitas, nomor identitas, lokasi
Gambar 9. Catatan Historis
dan
keterangan lainnya yang diperlukan. Contoh format kartu catatan historis dapat
dilihat pada gambar 9.
Informasi yang
dicatat pada kartu catatan historis adalah:
•
Inspeksi,
perbaikan, pelayanan dan penyetelan yang dilakukan.
•
Kerusakan dan
kegagalan, akibatnya, penyebabnya, tindakan perbaikan yang dilakukan.
•
Pekerjaan yang
dilakukan pada fasilitas, komponen-komponen yang diperbaiki atau diganti.
•
Kondisi
keausan, kebocoran, korosi dan lain-lain.
•
Pengukuran-pengukuran
yang dilakukan, clearance, hasil pengujian dan inspeksi.
•
Waktu dan biaya
yang dibutuhkan untuk perawatan atau perbaikan yang dilakukan.
BAB VI
PERAWATAN DI INDUSTRI
Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri
yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan
perbaikan meskipun telah dirancang dengan baik. Perbaikan sebaiknya dilakukan
tanpa menganggu kegiatan produksi. Misalnya perbaikan mesin dilakukan pada saat
tidak digunakan atau dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan perbaikan tidak
menganggu keseluruhan aktifitas produksi. Karena itu inspeksi pada umumnya
dilakukan pada saat mesin tidak beroperasi.
Departemen Perawatan
Departemen perawatan pada umumnya berada di bawah pengawasan
manajer pabrik, yang bertanggung jawab pula untuk program produksi.
Setiap pengawas pada departemen perawatan harus bertanggung jawab
terhadap aktifitas perawatan, inspeksi, perbaikan, overhaul dll. Pengawas
adalah orang-orang yang berpengalaman dan mampu menentukan kapan waktu untuk
inspeksi, overhaul dan sebagainya.
Untuk mencapai keberhasilan program perawatan, banyak faktor
penunjang yang perlu diadakan pada departemen perawatan. Dalam kaitan ini,
keberadaan engineering sangat diperlukan untuk menyiapkan dan memberikan
sistem pelayanan pada fungsi perawatan.
Tugas
Departemen Perawatan
Pekerjaan perawatan ini mencakup perbaikan seluruh fasilitas pabrik
agar dapat berfungsi dalam kondisi kerja yang semaksimal mungkin. Jadi tugas
departemen perawatan adalah memberikan pelayanan teknik yang dibutuhkan untuk
keselamatan pengoperasian pabrik.
Pada industri kecil, tugas perawatan dapat dilakukan oleh seorang
operator yang kemampuannya terbatas dalam menangani pekerjaan perawatan
tertentu.
Khusus untuk tugas perawatan yang diluar kemampuannya dikerjakan
oleh kontraktor.
Sedangkan untuk industri besar dan kompleks, perlu adanya
departemen perawatan yang didukung oleh sekelompok pekerja yang kemampuannya
secara kolektif dapat menangani semua pekerjaan perawatan di industri.
Pada umumnya, tugas departemen perawatan dibagi dalam empat
kelompok:
a. Perawatan
dan perbaikan fasilitas pabrik.
1. Perawatan
pabrik berikut peralatan dan gedungnya.
2. Pembangunan kembali atau pembaruan pabrik serta perlengkapannya
yang sudah tua.
b. Pemasangan
dan penggantian fasilitas pabrik.
1. Instalasi
peralatan pada pabrik yang baru.
2. Instalasi pembangkit tenaga: listrik, air, uap, gas, udara dan
tenaga lainnya.
3. Instalasi pada pelayanan khusus: ruang hampa, gas industri,
instalasi pipa untuk pekerjaan kimia, sistem pembersihan air, sistem udara
tekan, tanda bahaya kebakaran dan lain-lain.
4. Perubahan atau modifikasi pabrik, peralatan dan gedung.
c. Pengawasan pengoperasian fungsi pembangkit tenaga dan pelayanan
khusus.
1. Ruang operasi ketel, saluran uap danpembangkit tenaga.
2. Pembangkit udara tekan dan distribusinya, sistem ventilasi dan
pemanas.
d. Beberapa
tugas yang diserahkan kepada departemen perawatan.
1. Pengelolaan suku cadang.
2. Perawatan bangunan fisik pabrik: jalan-jalan, lantai, atap,
pintu, jendela dan lain-lain.
3. Sistem pembuangan limbah.
4. Penyelamatan dan pemanfaatan bahan bekas atau sisa.
5. Pelayanan pemadam kebakaran.
6. Keamanan pabrik.
Cara Perawatan
Perawatan pada umumnya dilakukan dengan dua cara:
• Perawatan setelah terjadi kerusakan (Breakdown maintenance)
• Perawatan preventif (preventive maintenance)
A. Perawatan setelah terjadi kerusakan.
Perbaikan dilakukan pada mesin ketika mesinnya telah mengalami
kerusakan. Kerusakan pada mesin disebabkan antara lain karena:
1. Proses kerusakan komponen yang tidak dapat diperkirakan dan
tidak dpat dicegah.
2. Kerusakan yang terjadi berangsur-angsur dan berkurangnya
kekuatan komponen karena pemakaian/keausan. Kejadian ini dapat diatasi dengan
adanya inspeksi yang teratur dan mengetahui cara pencegahannya.
Dalam penanganan perawatan ini, perbaikan dilakukan ketida mesin
sedang tidak berfungsi dan departemen menyetuji adanya perbaikan mesin
tersebut. Cara perawatan ini memakan biaya yang lebih tinggi karena adanya
biaya tambahan, membayar operator produksi yang menganggu, kemungkinan membayar
lembur bagi tenaga perawatan yang melakukan kerja perbaikan. Perawatan ini
merupakan perawatan yang tidak direncanakan.
B. Perawatan Preventif.
Perawatan dilakukan dengan jadwal yang teratur, sehingga
kadang-kadang disebut sebagai ”perawatan yang direncanakan” atau ”perawatan
yang dijadwal”. Fungsi penting dari cara perawatan jenis ini adalah menjaga
kondisi operasional peralatan serta meningkatkan kehandalannya. Tujuannya
adalah menghilangkan penyebab-penyebab kerusakan sebelum kerusakan terjadi.
Perawatan yang terjadwal selalu lebih ekonomis daripada perawatan yang tidak
terjadwal.
Pekerjaan perawatan preventif ini dilakukan dengan mengadakan
inspeksi, pelumasan dan pengecekan peralatan seteliti mungkin. Frekuensi
inspeksi ditetapkan menurut tingkat kepentingan mesin, tingkat kerusakan dan
kelemahan mesin. Inspeksi berkala ini sangat membantu pengecekan untuk menemui
penyebab-penyebab yang menimbulkan kerusakan, dan juga untuk mempermudah usaha
perbaikannya melalui tahapan-tahapannya.
Perawatan prefentif mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mencapai tingkat kesiapan industri yang maksimum dengan
mencegah kerusakan dan mengurangi periode waktu perbaikan menjadi seminimum
mungkin.
2. Menjaga kondisi mesin sebaik mungkin untuk mempertahankan produk
yang berkualitas tinggi.
3. Memperkecil tingkat kerusakan dan menjaga nama baik industri.
4. Menjamin keselamatan pekerja.
5. menjaga industri pada tingkat efisiensi produksi yang maksimum.
6. Mencapai esmua tujuan tersebut dengan cara yang sangat ekonomis.
Pekerjaan-pekerjaan
Dasar Pada Perawatan Preventif
Pekerjaan-pekerjaan dasar pada perawatan preventif adalah:
inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis,
latihan bagi tenaga perawatan, serta penyimpanan suku cadang.
a. Inspeksi.
Pekerjaan inspeksi dibagi atas inspeksi bagian luar dan inspeksi
bagian dalam. Inspeksi bagian luar dapat ditujukan untuk mengamati dan
mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada mesin yang sedang beroperasi,
misalnya: timbul suara yang tidak normal, getaran, panas, asap dan lain-lain.
Sedangkan inspeksi bagian dalam ditujukan untuk pemeriksaan elemen-elemen mesin
yang dipasang pada bagian dalam seperti: roda gigi, ring, paking, bantalan dan
lain-lain.
Frekuensi inspeksi perlu ditentukan secara sangat hati-hati, karena
terlalu kurangnya inspeksi dapat menyebabkan mesin kerusakan yang sulit untuk
diperbaiki dengan segera. Sedangkan terlalu sering diadakan inspeksi dapat
menyebabkan mesin kehilangan waktu produktivitasnya. Dengan demikian frekuensi
pelaksanaan inspeksi harus benar-benar ditentukan berdasarkan pengalaman, dan
jadwal program untuk inspeksi perlu dipertimbangkan dengan matang.
Untuk inspeksi mesin dapat dikategorikan menjadi dua macam:
1. Kategori mesin yang penting.
Mesin-mesin
dalam kelompok ini sangat besar pengaruhnya terhadap jalannya produksi secara
keseluruhan, sedikit saja terjadi gangguan akan memerlukan waktu yang lama
untuk memperbaikinya. Untuk itu perlu diberikan penekanan yang lebih kepada
inspeksi mesin-mesin tersebut.
2. Kategori mesin biasa.
Frekuensi
inspeksi untuk kelompok ini tidak terlalu berpengaruh terhadap jalannya
produksi.
b. Pelumasan.
Komponen-komponen
mesin yang bergesekan seperti roda gigi, bantalan dsb, harus diberi pelumasan
secara benar agar dapat bekerja dengan baik dan tahan lama. Dalam pemberian
pelumas yang benar perlu diperhatikan jenis pelumasnya, jumlah pelumas, bagian
yang diberi pelumas dan waktu pemberian pelumasnya ini.
c. Perencanaan
dan Penjadwalan.
Suatu jadwal program perawatan perlu disiapkan dan harus ditaati
dengan baik. Program perawatan harus dibuat secara lengkap dan teperinci
menurut spesifikasi yang diperlukan, seperti adanya jadwal harian, mingguan,
bulanan, tiap tiga bulan, tiap setengah tahun, setiap tahun dan sebagainya.
Suatu contoh bagan untuk jadwal perawatan preventif bisa dilihat pada gambar 1.
d. Pencatatan
dan Analisis.
Catatan-catatan yang perlu dibuat untuk membantu kelancaran
pekerjaan perawatan ini adalah:
1. Buku manual operasi.
2. Manual instruksi perawatan.
3. Kartu riwayat mesin.
4. Daftar permintaan suku cadang.
5. Kartu inspeksi.
6. Catatan kegiatan harian.
7. Catatan kerusakan, dan lain-lain.
Catatan-catatan ini akan banyak membantu dalam menentukan
perencanaan dan keputusan-keputusan yang akan diambil.
Analisis yang dibuat berdasarkan catatan-catatan tersebut akan
membantu dalam hal:
Tabel 5. Jadwal Perawatan
1.
Melakukan
pencegahan kerusakan daripada memperbaiki kerusakan yang terjadi.
2.
Mengetahui
tingkat kehandalan mesin.
3.
Menentukan
umur mesin.
4.
Memperkirakan
kerusakan mesin dan merencanakan untuk memperbaikinya sebelum terjadi
kerusakan.
5.
Menentukan
frekuensi pelaksanaan inspeksi.
6.
Menentukan
untuk pembelian mesin yang lebih baik dan cocok berdasarkan pengalaman masa
lalu.
a.
Latihan
Bagi Tenaga Perawatan.
Untuk berhasilnya program perawatan preventif
dengan baik, perlu adanya latihan yang mendasar bagi tenaga perawatan. Baik
teknisi maupun pengawas harus terlatih dalam menjalankan pekerjaan perawatan,
inspeksi dan perbaikan-perbaikan dengan cara yang sistematis.
f. Penyimpanan Suku Cadang.
Sistem penyimpanan suku cadang memegang peranan
penting yang berpengaruh terhadap efisiensi waktu produksi. Namun demikian
berdasarkan pertimbangan dan pengalaman, untuk order dalam jumlah besar perlu
ditentukan banyaknya suku cadang yang benar-benar dibutuhkan, karena
penyimpanan suku cadang yang terlalu banyak dapat menimbulkan biaya yang besar.
Banyaknya suku cadang yang dibutuhkan, ditentukan pula oleh faktor-faktor lain
seperti sumber penyalurnya, waktu pengantaran dan persediaan suku cadang di
pasaran.
Keuntungan-keuntungan
dari Perawatan Preventif
Berikut ini adalah beberapa keuntungan penting
dari program perawatan preventif yang dilaksanakan dengan baik.
a.
Waktu
terhentinya produksi menjadi berkurang.
b.
Berkurangnya
pembayaran kerja lembur bagi tenaga perawatan.
c.
Berkurangnya
waktu untuk menunggu peralatan yang dibutuhkan.
d.
Berkurangnya
pengeluaran biaya untuk perbaikan.
e.
Penggantian
suku cadang yang direncanakan dapat dihemat kebutuhannya, sehingga suku cadang
selalu tersedia di gudang setiap waktu.
f. Keselamatan
kerja operator lebih tinggi karena berkurangnya kerusakan.
Prosedur
Pelaksanaan Perawatan Preventif
Pekerjaan perawatan harus dilakukan berdasarkan
pertimbangan dari berbagai faktor yang aman dan menguntungkan. Berikut ini
adalah suatu contoh prosedur yang dapat dipakai untuk melakukan perawatan pada
mesin.
Perawatan harian dapat dilakukan oleh operatornya
sendiri. Sebelum mulai bekerja pada mesin, terlebih dahulu operator melakukan
pembersihan dan pelumasan terhadap mesin yang akan dipakainya. Untuk
pelaksanaan ini, industri mengeluarkan instruksi yang ditujukan kepada para
operator untuk melakukan perawatan mesin. Instruksi ini harus ditaati dengan
sungguh-sungguh.
Sedangkan pelaksanaan perawatan periodiknya, bisa
ditangani oleh tenaga perawatan yang sudah dilatih secara khusus untuk tugas
tersebut. Periode waktu perawatan ini perlu ditentukan berdasarkan pengalaman
terdahulu untuk mempercepat keterangannya. Dalam hal ini instruksi
pengoperasian mesin harus diikuti dengan benar oleh operator. Adanya kejadian
yang tidak normal atau kelainan-kelainan yang timbul pada mesin dengan segera
dilaporkan kepada tenaga perawatan agar gangguan dapat cepat diatasi. Tindakan
perbaikan harus segera dilakukan, jangan sampai menunda waktu.
BAB VII
PENINGKATAN JADWAL KERJA
PERAWATAN
Program
Efisiensi Perawatan
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat
direalisasikan untuk kelayakan efisiensi perawatan:
a.
Pengukuran
waktu yang diperlukan untuk banyaknya pekerjaan.
b.
Perencanaan
dan penjadwalan: menentukan jenis pekerjaan dan siapa yang melaksanakan
(berdasarkan keterampilannya).
c.
Penerapan
pelatihan (training), metode, syarat untuk keterampilan, peralatan,
pengetahuan, lingkungan, dan kelayakan kondisi pekerjaan.
d.
Perawatan
preventif: dijadwal sebelumnya atau pekerjaan ulangan.
e.
Perawatan
korektif: karena lemahnya komponen yang dirancang untuk peralatan.
Langkah-langkah di atas saling berhubungan, dan
setiap program mempunyai kekhususan dalam bidangnya tanpa mengabaikan
kepentingan yang lain untuk mencapai tujuan perawatan.
Pengembangan waktu standar yang benar-benar akurat
biasanya terlalu sulit bahkan hampir tidak mungkin, ini pernyataan yang keliru.
Suatu metode penjadwalan yang telah dikembangkan dapat diterapkan untuk
menentukan standar waktu perawatan guna menghasilkan produk yang relatif lebih
cepat dan lebih mudah. Selama masih dalam penelitian, konsepsi dari waktu
rata-rata untuk penyelesaian suatu pekerjaan dalam rentang waktu tertentu dapat
diterima. Faktor penentu harus berdasarkan pada contoh yang cukup mewakili dari
banyaknya waktu rata-rata yang terpakai. Kalau hal ini dilakukan, maka
peningkatan dari data tersebut dapat menunjukkan ketelitian yang tinggi.
Dengan adanya penunjuk waktu, adalah suatu kebutuhan pokok yang
diharapkan menjadi pedoman dan sebagai jaminan dalam penyelesaian pekerjaan.
Dalam prakteknya, bisa dinyatakan sebagai bagian (persentase) dan merupakan
ukuran pekerjaan yang dilaksanakan pada waktu yang telah dijadwalkan. Misalkan,
suatu pekerjaan yang dilaksanakan dalam enam hari seminggu dengan sistem
jadwal kerja tiga shift dapat mencapai 80%,
sedangkan jika dilaksanakan dengan sistem satu shift dapat mencapai 95% dari
pekerjaan yang dilaksanakan.
Perawatan preventif, merupakan suatu metode yang
efisien dalam penjadwalan pekerjaannya. Pemantapan program perawatan preventif
dapat mengurangi permasalahan dalam penjadwalan, karena lebih mudahnya
pekerjaan perawatan yang dapai diselesaikan.
Perawatan korektif, merupakan suatu fungsi dalam
desain teknik yang menyelidiki tentang bagaimana jalan keluarnya untuk
meningkatkan sistem yang dapat diandalkan dengan menyisihkan hubungannya yang
lemah, dan mengupayakan bagaimana caranya memperpanjang umur pakai suatu alat.
Aktivitas ini adalah cara yang sangat membantu dalam mengurangi beban kerja,
terutama pada bagian-bagian yang sering membutuhkan perbaikan.
Latihan, metode, lingkungan, adalah faktor-faktor
pokok untuk meningkatkan kualitas perawatan dengan biaya yang ekonomis. Untuk
mencapai kualitas perawatan melalui langkah-langkah yang baik tidak akan
terwujud tanpa adanya keterampilan, peralatan, lingkungan yang mendukung,
perlengkapan yang memadai dan sistem pengawasannya. Program latihan yang ditujukan
baik bagi pengawas maupun para operator perlu dilaksanakan untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan.
Faktor Panghambat Dalam Pelaksanaan Kerja
1.
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan hambatan pekerjaan adalah sebagai berikut:
2.
Menunggu
order yang terlalu lama.
3.
Mengunjungi
suatu tempat untuk mengetahui apa yang harus dilakukan.
4.
Mengadakan
perjalanan yang tidak perlu.
5.
Banyaknya
perjalanan untuk mengambil dan mengembalikan alat.
6.
Terlalu
banyaknya pekerja yang turut campur tangan pada pekerjaan yang sebenarnya dapat
lebih mudah ditangani oleh sedikit pekerja.
7.
Menunggu
selesainya pekerjaan dari jenis keterampilan lain.
8.
Mencari
tempat kerja.
9.
Mencoba
untuk memperbaiki informasi yang tidak jelas.
10. Hilangnya waktu karena pembatalan order.
11. Tidak tersedianya material yang dibutuhkan.
Metode
Praktis Dalam Membuat Jadwal Perawatan
Sistem penjadwalan yang baik akan menunjang
kelancaran dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Karena itu jadwal harus dibuat
oleh orang yang cermat dalam mempertimbangkan segala sesuatunya yang berkaitan,
karena tugasnya adalah menyiapkan susunan pekerjaan, menetapkan waktu dan saat
penyelesaian, membuat rencana kerja dan sebagainya.
Dalam hal ini, perlu disusun semua pekerjaan yang
akan dilakukan, kecuali pekerjaan yang terjadi mendadak. Dengan demikian,
secara umum tidak ada pekerjaan yang dilakukan tanpa dibuat rencananya terlebih
dahulu. Perencana yang dibuat adalah mengenai informasi seperti nomor order
pekerjaan, pemberian kode, nomor mesin, lokasi, waktu pelaksanaan dan semua
kontrol yang menunjukkan waktu. Untuk perbaikan yang dilakukan mendadak, foreman harus dapat
menentukan dengan cepat tentang apa yang perlu dikerjakan dan dapat dilakukan
selama mesin mengalami kemacetan. Material yang dibutuhkan untuk pekerjaan
tersebut sedapat mungkin disiapkan pada lokasi yang terpisah dari tempat kerja,
tetapi memungkinkan persediaannya secara cepat.
Sebagai sarana penunjang dalam pekerjaan perawatan
perlu juga disediakan chart (bagan) sebagai peta perencanaan aktivitas
yang biasa digunakan untuk jangka panjang. Chart yang dipakai ini dapat
dipasang pada papan jadwal. Daftar pada papan jadwal secara visual harus mudah
diperiksa untuk menyediakan tenaga kerjanya. Hal ini juga untuk memberitahukan
kepada perencana proyek atau pengawas sehingga dapat memeriksa semua pekerjaan
dengan cepat.
Chart
Gantt
Banyak jenis chart yang digunakan di industri,
semuanya bertujuan untuk menunjukkan hubungan dari berbagai fungsi. Chart
adalah termasuk suatu alat bantu peraga yang dapat memberikan informasi melalui
proses komunikasi.
Chart gantt adalah suatu peta perencanaan program
kerja dalam bentuk grafik blok yang pada mulanya diperkenalkan oleh seorang sarjana
Amerika, Henry L. Gantt (1861-1919). Chart ini dibuat dengan bentuk basis empat
persegi panjang, semua aktivitas pekerjaan yang dirancang diurutkan ke bawah
secara terpisah di sebelah kiri garis vertikal. Sedangkan untuk penunjukan
waktunya diurutkan memanjang dari kiri ke kanan secara horisontal. Unit waktu
menunjukkan lamanya program kerja yang direncanakan, dan pada prakteknya biasa
ditentukan berdasarkan waktu harian atau mingguan.
Contoh
1. Ilustrasi dari penggunaan chart gantt untuk penjadwalan pekerjaan overhaul
pabrik, disusun sebagai berikut:
Tabel 6. Jadwal Overhoul
Semua aktivitas
dari program kerja yang telah disusun dapat dilihat pada tabel 6
Dari chart pada
tabel 6, dapat diperoleh informasi seperti berikut:
Tabel 7. Data Kemajuan tugas
yang dilakukan
Chart dapat
berguna untuk memberi keterangan, namun dalam pemakaiannya tidak selalu mampu
menanggulangi segala persoalan yang timbul. Dalam chart ini tidak ditunjukkan
secara jelas adanya faktor yang saling ketergantungan dari berbagai aktivitas
yang satu dengan lainnya. Untuk membantu mengatasi keterbatasan tersebut, dapat
memungkinkan diterapkan sistem berangkai guna menghubungkan berbagai aktivitas
yang saling berkaitan. Pemakaian cara yang lebih baik ditunjukkan oleh tabel 7 (gambar 10).
Gambar 10. Penggunaan chart gant dari tabel 6 & 7
Pada contoh 2,
banyaknya aktivitas, lamanya waktu, saat mulai dan selesainya sama seperti yang
diberikan contoh 1, tetapi kejadian dalam contoh 2 menggunakan sistem perangkai
yang diterapkan pada chart. Dengan adanya tambahan informasi tersebut, kini
dapat lebih nyata dalam aplikasinya.
•
Aktivitas A harus selesai sebelum aktivitas B dimulai.
• Aktivitas B harus selesai sebelum aktivitas C
dimulai.
• Aktivitas D harus selesai sebelum aktivitas C
dimulai.
• Aktivitas E harus selesai pada waktu aktivitas C
selesai 2/5 bagian.
• Aktivitas F harus selesai sebelum aktivitas E
dimulai, tetapi dalam keadaan ini terpisah satu minggu antara selesainya
aktivitas F dan mulainya aktivitas E. Dalam hal ini penyelesaian untuk aktivitas
F tidak sekritis seperti pada penyelesaian aktivitas A, B, D dan E.
• Aktivitas F dan G harus dimulai secara
bersamaan.
Penyelesaian aktivitas G tidak ditentukan selama
waktunya tidak melebihi masa penyelesaian proyek, yaitu pada akhir minggu ke-15.
Aktivitas A, B dan C masing-masing berjalan secara
langsung dan berurutan membentuk suatu rangkaian aktivitas yang
berkesinambungan dari saat mulai sampai selesainya tugas proyek.
Jadi jadwal yang ketat secara penuh harus diikuti
oleh ketiga aktivitas yang sangat dipentingkan, sehingga tidak terjadi
pemisahan waktu. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perpanjangan waktu
dalam penyelesaian proyek yang telah ditentukan. Dalam jaringan kerja ini, A, B
dan C dikategorikan sebagai aktivitas yang kritis, oleh karenanya perlu dibuat
jadwal kritisnya. Sedangkan pengaturan jadwal untuk aktivitas D, E, F dan G
dapat dibuat lebih leluasa selama masih dalam batas waktu luangnya.
Walaupun contoh 1 dan contoh 2 mempunyai kesamaan
aktivitas dan alokasi waktu penyelesaian, namun dengan adanya perangkaian pada
chart (contoh 2) dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam perencanaan atau
pengontrolan proyek.
Proyek
Perencanaan Sumber Daya
Misalkan suatu
proses terdiri dari lima unit utama yang saling berhubungan, harus dihentikan
untuk dilakukan perawatan, perbaikan dan modifikasi. Personil yang melakukan
pekerjaan ini ditugaskan dari pusat bagian perawatan, setiap personil hanya
dapat melakukan tugas menurut keahliannya masing-masing. Personil yang terlibat
dalam pekerjaan ini adalah:
1 pekerja mekanik
1
pekerja listrik
1
pekerja instrumen
1
pekerja las
1
pekerja insulator panas
1
operator pembersihan kimia
Perkiraan
alokasi waktu kerja (dalam hari) dari masing-masing elemen pekerjaan pada tiap
unit, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 8. Alokasi waktu kerja personil
Dalam penyelesaian pekerjaan, pada tiap akhir periode ditambah satu
hari untuk pemeriksaan semua unit secara serentak. Hal ini dilakukan untuk
menjamin bahwa:
a.
Penyusunan
urutan pekerjaan pada tiap unit dapat saling menunjang.
b.
Setiap tugas
(elemen pekerjaan), sekali dimulai dapat berlangsung terus tanpa terjadi
pemisahan, sehingga akan menghasilkan:
•
Waktu yang
optimum untuk penyelesaian pekerjaan (overhaul) termasuk dengan melakukan pemeriksaannya.
•
Program kerja
dapat diterapkan pada tiap unit.
•
Program kerja
untuk tiap unit melibatkan seluruh pekerja yang bersangkutan.
Prinsip dan prosedur yang sama dapat pula diterapkan untuk
sumber-sumber lainnya, misal dalam pengalokasian peralatan pabrik seperti :
kompresor, pesawat angkat, generator dan lain-lain yang biasa digunakan pada
setiap tempat.
Prosedur dalam mengalokasikan seluruh pekerjaan perawatan ini
adalah sebagai berikut:
a. Mengkalkulasi waktu kerja total yang dibutuhkan untuk overhaul
pada tiap unit dengan cara menjumlahkan waktu dari masing-masing elemen
pekerjaannya.
Unit A : 2 + 2
+ 4 + 3 + 2 = 13 hari kerja
Unit B : 2 + 6
+ 4 + 4 = 16 hari kerja
Unit C : 2 + 4
+ 5 + 3 = 14 hari kerja
Unit D : 3 + 3
+ 3 + 2 = 11 hari kerja
Unit E : 1 + 1
+ 3 = 5 hari kerja
b. Mengkalkulasikan alokasi pekerjaan untuk tiap jenis keahlian.
Pekerjaan
mekanik 15 hari kerja
Pekerjaan
listrik 12 hari kerja
Pekerjaan
instrumentasi 13 hari kerja
Pekerjaan
las 9 hari kerja
Pekerjaan
insulator panas 8 hari kerja
Pembersihan
kimia 2 hari kerja
c. Mempertimbangkan kedua hal tersebut di atas
untuk menentukan berapa lama waktu yang akan dibutuhkan.
Dalam
perencanaan ini, waktu overhaul yang dibutuhkan pada unit B adalah 16 hari
kerja. Jumlah waktu kerja dari unit B ini adalah yang terbanyak, oleh karenanya
diambil sebagai dasar dalam menentukan banyaknya waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh pekerjaan. Seluruh pekerjaan yang telah diselesaikan
perlu dilakukan pemeriksaan untuk menjamin kesiapannya, dan untuk ini
diperlukan waktu 1 hari. Dengan demikian waktu minimum mutlak yang dibutuhkan
untuk penyelesaian seluruh program perawatan tersebut tidak boleh kurang dari
16 hari + 1 hari (untuk pemeriksaan), jadi = 17 hari.
d. Merencanakan setiap unit pekerjaan pada blok
chart dengan skala yang tepat dan
menganalisis urutan pekerjaan yang akan dilakukan.
e. Menyusun program kerja.
Sebagai
langkah awal dapat direncanakan bahwa waktu minimum yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan semua pekerjaan adalah 17 hari. Sebenarnya cara ini dilakukan
untuk semua elemen pekerjaan pada unit B yang kritis, dan semua elemen
pekerjaan yang termasuk dalam unit A, C, D dan E harus disesuaikan susunannya
terhadap unit B. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2a.
Kalau pekerjaan tersebut tidak mungkin
diselesaikan dalam waktu 17 hari, maka jangka waktunya harus ditambah sehingga
mencapai optimum.
Gambar 2b adalah ilustrasi suatu program kerja yang lebih memadai
dengan jumlah waktu totalnya: 18 hari + 1 hari untuk pemeriksaan = 19 hari.
Suatu cara pendekatan dalam penyusunan program (gambar 11) dapat dilakukan dengan mengatur beberapa elemen pekerjaan
sedemikian rupa tanpa merubah jumlah waktu yang telah ditentukan pada program
dasar.
f. Dengan informasi yang dikutip
dari program kerja, maka jadwal waktu untuk tiap jenis pekerjaan dapat ditentukan
susunannya (Gambar 11).
Gambar 11. Program Kerja yang direncanakan
BAB VIII
PENERAPAN
JADWAL KRITIS
Jadwal kritis adalah suatu metode perencanaan kerja yang dapat
digunakan dalam mengevaluasi dan menyelesaikan proyek perawatan. Jadwal kristis
dibuat dengan sistem yang menggunakan diagram hubungan timbal-balik dari
berbagai aktivitas yang dapat membantu dalam penyelesaian pekerjaan. Dengan
jadwal kritis ini dapat diketahui mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dinilai
lebih penting, dan pekerjaan mana yang harus mendapat perhatian khusus.
Disamping itu, dengan menerapkan sistem jadwal kritis dapat ditentukan urutan
kejadian yang terkontrol setiap waktu.
Istilah-istilah berikut digunakan dalam menggambar jadwal kritis.
1. Kejadian : adalah titik dimana operasi di mulai atau
selesai dan digambarkan dengan lingkaran kecil.
2. Aktivitas : menggambarkan kerja aktual yang diselesaikan
dan digambarkan dengan sebuah garis yang menunjukkan waktu/tenaga kerja atau
jam-mesin yang dibutuhkan untuk operasi. Panah pada garis menunjukkan urutan.
3. Waktu total-T : Lamanya siklus di mana pekerjaan
diselesaikan.
4. Waktu aktivitas-t : lamanya setiap aktivitas atau
operasi.
5. Mulai paling awal (earliest start) : tes :
waktu minimum dari awal siklus, sebelum operasi tertentu bisa dimulai (karena
saling ketergantungan dari operasi).
6. Selesai paling akhir (latest finish) : tlf :
adalah waktu dari awal sampai operasi tertentu mesti diselesaikan agar
pekerjaan selesai sesuai target.
7.
Mulai paling akhir (latest start) dari operasi tertentu = tlf - t
8. Selesai paling cepat (earliest finish)
dari operasi tertentu = tes + t
9. Kelonggaran waktu bebas (free float)
dari kejadian tertentu = tlf - tes
10. Jalur kritis : adalah garis aktivitas
di keseluruhan kejadian, dimana tes = tlf.
Penyimpangan pada jalur kritis mempengaruhi penyelesaian pekerjaan. Jalur
kritis ada jejaring ditunjukkan oleh garis tebal.
Gambar 12. Jejaring
overhaul dari mesin bubut LB17
Tabel 9. Daftar
aktifitas overhaul mesin bubut LB17
Penjelasan :
Bergantung pada
hubungan antar berbagai operasi proses, jejaring digambarkan seperti terlihat pada tabel 9. Waktu/orang optimum atau jam-mesin ditulis untuk setiap aktivitas
pada diagram jejaring. Garis putus-putus pada diagram (disebut aktivitas dummy)
menunjukkan antar ketergantungan.
Overhaul mesin
membutuhkan 56 jam untuk selesai, seperti yang ditunjukkan pada kejadian
terakhir (22 pada diagram). Simbol berikut digunakan pada diagram yang
merupakan waktu mulai paling cepat dan waktu selesai paling akhir.
( ) - earliest
start (tes)
aktivitas berikutnya.
[ ] - latest
finish (tlf)
aktivitas sebelumnya.
Untuk kejadian
21
tlf =
56-6 = (50) jam
tes
= jalur paling panjang dari awal hingga kejadian 21.
Ada 5 jalur yang terdapat pada diagram yaitu:
1. 1-2-3-4-5-10-18-20-21 = 50 jam
2. 1-6-7-8-9-10-18-20-21 = 19 jam
3. 1-2-14-15-16-17-18-20-21 = 45 jam
4. 1-2-14-16-17-18-20-21 = 43 jam
5. 1-11-12-13-16-17-18-20-21 = 41 jam
Jalur pertama adalah jalur yang paling lama. Lama waktu jalur
paling lama ini merupakan waktu mulai paling awal kejadian 21, yaitu:
tes = 50
jam
Untuk kejadian 18
tlf
= periode target proses yaitu 56 jam – jalur paling panjang dari
kejadian 18 hingga kejadian terakhir 22)
Terdapat dua jalur dari kejadian 18 hingga kejadian 22, yaitu
18-20-21-22 (21 jam) dan 18-19-22 (13 jam). Karenanya
tlf =
56-21 = 35 jam
tes = 35 jam
Dengan
cara yang sama, tlf dan tes ditentukan untuk semua kejadian.
Kejadian dimana tlf = tes disambung dengan garis tebal yang
merupakan garis kritis dari siklus.
Keuntungan Metode Jalur Kritis
1. Memangkas kelebihan tenaga kerja dan
meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, dengan memanfaatkan waktu
bebas.
2. Pengendalian pekerjaan ditingkatkan, karena
perencana bisa mencatat progres (kemajuan pekerjaan) dengan memberi warna pada
diagram pada setiap langkah, dan menggunakan prosedur yang telah diperbaiki
untuk keadaan yang tak terlihat dan leher botol.
3. Komunikasi lebih baik, karena diagram
memberikan gambaran yang jelas dari pekerjaan.
4. Data yang dikumpulkan pada pekerjaan yang
berulang di masa lampau tersedia untuk dipelajari dan untuk peningkatan di masa
yang akan datang.
5. Skedul alternatif (atau siklus) bisa dievaluasi
untuk menentukan skedul yang optimum.
BAB
IX
PERAWATAN
PREVENTIF
A. SISTEM PERAWATAN PREVENTIF
Program perawatan preventif ini mempunyai tujuan
utama, yaitu:
•
Inspeksi
secara periodik pada mesin-mesin, pembangkit tenaga, dan bangunan-bangunan.
Frekuensi inspeksi ditentukan berdasarkan pengalaman, dan pada peralatan yang
baru dilakukan oleh pembuat rekomendasinya.
•
Laporan
kerusakan atau kegagalan yang terjadi dapat dinalisis, dan tindakan perawatan
korektif dapat dilakukan untuk menjamin agar tidak terulang kembali.
Setiap
sistem perawatan preventif memerlukan sarana pencatatan berupa kartu-kartu dan
formulir. Banyaknya formulir yang dibutuhkan tergantung pada sistem aktivitas
perawatan yang dilakukan di industri. Berikut ini adalah keterangan lengkap
dari berbagai bentuk formulir dan prosedur penggunaannya.
a. Order Inspeksi.
Gambar 13
menunjukkan contoh order inspeksi. Bagian yang diperiksa dapat diberi keterangan
: B (baik), C (cukup), atau K (kurang). Setelah pemeriksa mencek semua bagian
komponen yang ada pada daftar menurut prosedurnya, kemudian alat di masukkan ke
bagian perbaikan umum dan dicatat tanggal inspeksinya. Pada sisi sebaliknya
dari kartu tersedia ruang untuk catatan mengenai penyetelan atau perbaikan yang
dilakukan pada waktu pemeriksaan ataupun keterangan yang berkaitan dengan
inspeksi peralatan. Keterangan-keterangan itu diperlukan untuk menambah data
historis/riwayat peralatan. Kartu order disimpan disimpan oleh departemen
perawatan dan diarsipkan per bulan.
Gambar 13. Kartu
order inspeksi
Pekerjaan rutin
yang diperlukan dalam inspeksi perawatan preventif adalah sebagai berikut:
1.
Pada setiap
awal bulan, order inspeksi ditarik dari arsipnya. Sejumlah unit dicatat pada
lembar kontrol sebagai pekerjaan inspeksi yang dijadwalkan. Setelah dicatat,
kartu kontrol tersebut dikirim ke departemen (lihat gambar 2).
2.
Semua order
inspeksi dikembalikan ke bagian pencatatan setelah pemeriksaan dilakukan,
hasilnya dicatat pada lembar kontrol, kemudian ditunjukkan bahwa inspeksi yang
dijadwalkan telah diselesaikan.
3.
Sejumlah order
inspeksi unit yang dikembalikan bersama lembar pekerjaan dicek penyelesaiannya
pada lembar kontrol dan dicatat dalam kolom hasil pekerjaan. Apabila semua
pekerjaan telah selesai, maka lembaran-lembaran pekerjaan diserahkan kembali ke
bagian pencatatan.
4.
Dari hasil
catatan pada lembar kontrol tersebut kini dapat dipersiapkan untuk laporan
perawatan preventif setiap bulan. (gambar 3).
5.
Lembar kontrol
yang baru dimulai setiap bulan. Untuk lembar-lembar kontrol yang tidak lengkap
perlu diberi tanda agar tidak diproses sebagai pekerjaan inspeksi yang
terjadwal.
6.
Order-order inspeksi
yang telah selesai, diarsipkan dengan persetujuan departemen untuk dilakukan
inspeksi kembali pada bulan berikutnya.
Inspeksi rutin
yang dilakukan oleh departemen produksi dapat dilaksanakan dengan prosedur yang
berbeda.
1. Setelah menerima order inspeksi dari bagian pencatatan perawatan
preventif, kepala departemen produksi menugaskan seorang stafnya untuk
melakukan inspeksi yang dibutuhkan oleh departemen perawatan.
Gambar 14. Lembar inspeksi
2. Petugas
inspeksi menggunakan kartu order inspeksi sebagai pedoman dalam melakukan
inspeksi. Order inspeksi yang telah selesai di kembalikan ke departemen
perawatan.
3. Lembar
pekerjaan disiapkan oleh departemen perawatan apabila bagian-bagian yang diinspeksi
dinyatakan "kurang". Lembar pekerjaan untuk perawatan preventif
dilampirkan pada order inspeksi dan kemajuan dicatat oleh departemen
perawatan.setelah itu hasilnya dicatat pada lembar kontrol, dan lembar
pekerjaan dikirim ke perencana.
4. Apabila pekerjaan
inspeksi membutuhkan keahlian khusus, kemampuan teknis, maka lembar
pekerjaannya disiapkan oleh yang berwenang dan diajukan dengan order inspeksi
kepada perencana. Kemudian lembar pekerjaan ditangani melalui prosedur seperti
biasa. Setelah pekerjaan inspeksi dilakukan, kartu tersebut dikembalikan kepada
perencananya.
b. Catatan
Historis Peralatan
Data yang dikumpulkan pada unit-unit peralatan sangat diperlukan
oleh departemen perawatan. Selembar kartu disiapkan untuk memilih unit-unit,
pekerjaan dan biaya material yang dihimpun. Kartu catatan ini menunjukkan
pekerjaan inspeksi yang dilakukan setiap bulan. Pekerjaan pada unit-unit perlu
dicatat, tanggal pengerjaan, rencana pekerjaan yang mencakup daftar komponen
yang akan diganti, dan suatu pengamatan yang dapat menunjukkan suatu nilai.
c. Laporan
Kerusakan
Bagian
perawatan perlu memperhatikan mengenai adanya laporan kerusakan, dan perlu
mengadakan penelitian untuk mengambil tindakan korektif yang dapat menjamin
agar tidak terjadi kerusakan lagi. Bila kerusakan banyak atau sering terjadi,
dapat menimbulkan kemacetan dan menganggu kegiatan produksi.
Gambar 15, menunjukkan contoh laporan
kerusakan yang dibuat pada lembar pekerjaan.
Gambar 15. Laporan kerusakan
Bila terjadi kerusakan mendadak, bisa dilakukan prosedur berikut
ini:
1. Kepala bagian perawatan atau pengawas dihubungi, dan dijelaskan
mengenai adanya kerusakan yang terjadi mendadak itu.
2. Membuat lembaran pekerjaan (job sheet) rangkap empat, sementara
perbaikan segera dilakukan.
3. Pengawas menerima salinan lembar pekerjaan no. 1, 2 dan 3. 4.
Sebagai kelengkapannya, salinan pekerjaan no. 4 diserahkan kepada Kepala Bagian
Teknik dan Perawatan untuk segera dilakukan perbaikan secepat mungkin.
4. Laporan kerusakan ini ditinjau kembali oleh Departemen Teknik
dan Perawatan, dimana perhatian khusus perlu diberikan pada 'perawatan
korektif' berdasarkan pengusulan pertama. Setelah hasil pekerjaan perbaikan
dicek, 'OK' atau 'tidak memuaskan', maka tindakan berikutnya perlu dilakukan
pada perawatan korektif yang dibutuhkan.
5. Setelah ditinjau kembali oleh bagian pencatatan perawatan
preventif, laporan tersebut diarsip untuk digunakan dalam penyusunan laporan
bulanan.
d. Analisis Kerusakan
Analisis kerusakan ini disiapkan secara bulanan oleh bagian
pencatatan perawatan preventif. Laporan kerusakan adalah sebagai sumber yang
mendasari dalam mempersiapkan laporan ini. Salinan laporan masing-masing
diserahkan kepada manajer pabrik, manajer departemen produksi, manajer teknik
dan perawatan, dan satu salinan diberikan kepada Seksi Teknik Perawatan sebagai
laporan bulanan inspeksi perawatan preventif. Distribusi laporan ini dilakukan
sepuluh hari sebelum bulan berikutnya. Suatu contoh laporan analisis kerusakan
ditunjukkan oleh Gambar 5.
Dibagian bawah pada akhir halaman setiap laporan analisis kerusakan
perlu dicatat adanya waktu yang hilang atau 'kerugian waktu' dan 'kerugian
produksi' total dari masing-masing departemen. Kemudian dari setiap departemen
tersebut dijumlahkan lagi dengan keadaan pada bulan-bulan berikutnya, sehingga
dapat diketahui total akumulatif untuk selama satu tahun fiskal.
Gambar 16. Contoh laporan
analisis kerusakan
2.
PERAWATAN KOREKTIF
Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang
dilakukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi
berulang kali. Prosedur ini diterapkan pada peralatan atau mesin yang
sewaktu-waktu dapat rusak. Dalam kaitan ini perlu dipelajari penyebabnya-penyebabnya,
perbaikan apa yang dapat dilakukan, dan bagaimanakah tindakan selanjutnya untuk
mencegah agar kerusakan tidak terulang lagi. Pada umumnya usaha untuk mengatasi
kerusakan itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
•
merubah
proses
•
merancang
kembali komponen yang gagal
•
mengganti
dengan komponen baru atau yang lebih baik
•
meningkatkan
prosedur perawatan preventif. Sebagai contoh, melakukan pelumasan sesuai
ketentuannya atau mengatur kembali frekuensi dan isi daripada pekerjaan inspeksi.
•
Meninjau
kembali dan merubah sistem pengoperasian mesin. Misalnya dengan merubah beban
unit, atau melatih operator dengan sistem operasi yang lebih baik, terutama
pada unit-unit khusus.
Perawatan korektif tidak dapat menghilangkan semua
kerusakan, karena bagaimanapun juga suatu alat atau mesin-mesin yang dipakai
lambat laun akan rusak. Namun demikian, dengan adanya tindakan perbaikan yang
memadai akan dapat membatasi terjadinya kerusakan.
Dalam pelaksanaan kerjanya, untuk mengatasi
kerusakan dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan adalah tanggung jawab
bersama dari bagian teknik, produksi dan perawatan. Secara umum, pengelolaan
dan pengkoordinasian untuk penerapan program perawatan preventif adalah
tanggung jawab manajer teknik dan perawatan. Gambar 6, menunjukkan skema untuk
prosedur perawatan korektif.
Urutan prosedur untuk pelaksanaan perawatan
korektif adalah sebagai berikut:
• bagian pengoperasian membuat laporan kerusakan
dengan deskripsi mengenai perawatan korektif yang diperlukan.
Gambar 17. Skema Prosedure
perawatan korektif
•
Sebagai
penanggung jawab pengelolaan dan pengkoordinasian fungsi perawatan preventif,
manajer teknik dan perawatan menerima serta memeriksa semua laporan kerusakan.
Sementara itu, aspek dari perawatan korektif perlu mendapat perhatian dari
bagian teknik dan perawatan.
•
Laporan
kerusakan diarsip oleh departemen untuk dikonsultasikan dengan manajer
departemen secara khusus.
•
Setelah
perencanaan dan penjadwalannya disetujui bersama oleh perencana dan manajer
departemen, kemudian langkah selanjutnya adalah mengkoordinasikan pelaksanan
perawatan korektif yang mencakup persiapan lembar kerja yang diperlukan, dan
apabila dibutuhkan menentukan pula prioritas tugas pada pekerjaan.
•
Pada
akhir bulan, laporan analisis kerusakan bulanan harus dibuat dan
didistribusikan sepuluh hari sebelum bulan berikutnya.
3. KONTROL DAN EVALUASI PERAWATAN PREVENTIF
Program perawatan preventif perlu dikoordinasikan
untuk mempermudah pengontrolan dan evaluasinya pada setiap waktu. Tugas
pengontrolan dan evaluasi ini menuntut tanggung jawab dengan pembagian yang
jelas di antara kedua departemen, yaitu produksi dan perawatan.
Bagaimanapun baiknya suatu program direncanakan,
hanya dapat efektif apabila dijalankan oleh para personil yang berpengetahuan
dan sangat teliti. Dalam hal ini manajer perawatan mengetahui jelas bagaimana
program tersebut harus dilaksanakan, apa hasilnya, dan bagaimana
efektivitasnya.
Untuk melaksanakan pengontrolan program perawatan
preventif ini, maka perlu diadakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Pemeriksaan
Perawatan Preventif Secara Periodik.
Disamping
adanya pemeriksaan kerusakan setiap minggu, perlu diambil kebijaksanaan untuk
meninjau seluruh program perawatan preventif tiap setengah tahun sekali. Pada
dasarnya, peninjauan program ini mencakup beberapa hal yaitu :
1.
Peninjauan pada
seluruh catatan, termasuk kartu-kartu order inspeksi dan kartu historis
peralatan.
2.
Peninjauan
biaya perbaikan.
3.
Peninjauan
'kerugian produksi' karena adanya pekerjaan perawatan.
4.
Peninjauan
untuk jaminan order pekerjaan perbaikan dan pengaturan kembali mengenai
prioritas kerja yang diutamakan.
5.
Peninjauan
terhadap alternatif apa yang didahulukan atau dijadwalkan terlebih dahulu,
'penggantian' atau 'pembongkaran'.
b. Tinjauan Laporan
Tinjauan laporan ini termasuk kegiatan pokok dalam
inspeksi perawatan preventif bulanan. Laporan ini perlu disiapkan seefektif
mungkin, karena merupakan alat manajemen dalam mengungkapkan pelaksanaan
program perawatan. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditinjau dalam
laporan bulanan.
1. Banyaknya inspeksi yang tidak sesuai.
Apabila
ada beberapa pekerjaan inspeksi yang tidak selesai, ini menunjukkan kurangnya
prioritas yang diberikan pada perawatan preventif. Dalam keadaan ini diperlukan
bantuan dari departemen perawatan untuk pelaksanaan inspeksinya, terutama pada
unit-unit yang tidak terawasi. Menurut ketentuan, banyaknya inspeksi yang tidak
terselesaikan ini maksimum hanya diperbolehkan 10 persen dari inspeksi yang
telah dijadwalkan.
2. Banyaknya pekerjaan yang berhasil.
Selama peran inspeksi sebagai kekuatan dalam
program perawatan preventif, maka banyaknya pekerjaan inspeksi yang dapat
diselesaikan menunjukkan keberhasilan inspeksi yang dilakukan. Pada umumnya,
melalui inspeksi ini dapat dicapai hasil kerja antara sekitar 20 sampai 30
persen dari banyaknya pekerjaan yang harus diinspeksi, dan hal ini disebut
sebagai faktor 'R'. Apabila frekuensi yang dilakukan itu tepat, maka faktor 'R'
yang terjadi pada program perawatan tersebut cukup konstan dan baik hasilnya.
Kalau terjadi ketidaktepatan (fluktuasi) secara drastis pada hasil pekerjaan,
maka perlu diadakan penelitian untuk mencari penyebabnya. Pekerjaan inspeksi
ini harus diselesaikan dalam bulan yang sedang berlangsung.
3. Pekerjaan yang tidak selesai.
Seharusnya jangan sampai terjadi adanya pekerjaan
yang tidak selesai setiap bulannya. Kalaupun ada, maka kejadian tersebut dapat
diatasi dengan cara sebagai berikut:
•
Pekerjaan
perbaikan harus dilaporkan paling lambat pada bulan penyelesaiannya.
•
Apabila
hasil pekerjaan yang segera dilaporkan masih belum selesai sampai akhir bulan,
maka dapat diatasi dengan meningkatkan program perencanaan dan penjadwalannya.
4. Banyaknya kemacetan.
Kelebihan
waktu terjadinya kemacetan ini harus dikurangi. Apabila terjadi pertambahan waktu,
maka harus segera dilakukan pemeriksaan. Walaupun jumlah kerusakan yang terjadi
sangat kecil, kondisi ini tetap perlu dilaporkan.
Berikut
adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan laporan.
•
Periksa
adanya kehilangan waktu dan kerugian produksi untuk dibandingkan dengan yang
terjadi pada bulan sebelumnya.
•
Apakah
terjadi kerusakan yang berulang? Kalau ada, perlu diadakan penganalisisan dan
perencanaan untuk tindakan korektifnya.
•
Apakah
deskripsi kerusakan cukup menunjang untuk referensi berikutnya?
•
Tiap
data kerusakan harus dimasukkan pada daftar perawatan korektif.
•
Apakah
pengusulan perawatan korektif dapat dilaksanakan? Lembar pekerjaan dapat
disiapkan pada akhir bulan yang bersangkutan.
c.
Evaluasi Analitis
Metode
yang efektif dalam mengevaluasi perawatan preventif adalah dengan pendekatan
secara analitis. Pada dasarnya evaluasi ini melibatkan hubungan rangkaian
inspeksi yang diselesaikan, banyaknya hasil pekerjaan, dan banyaknya kerusakan.
Dalam mengevaluasi program perawatan preventif, dapat menggunakan dua rumus
berikut ini:
Efektifitas perawatan preventif dapat direfleksikan dalam kemampuan
merencana dan menjadwalkan pekerjaan perawatan. Pembuatan jadwal ini bergantung
pada efektivitas jadwal produksi, program perawatan preventif dan
perencanaannya.
Efektivitas
perencanaan dapat direfleksikan dalam kemampuan jadwal berdasarkan perkiraan
kebutuhan pekerjaan yang disusun menurut ramalan mingguan.
Kemampuan
jadwal dapat dihitung dengan rumus ini:
Apabila presentase kemampuan ini digambarkan dalam bentuk grafik,
maka akan cendrung menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan. Kecendrungan
ini dapat meningkat atau bisa stabil di atas 80%. Kalau tidak, maka penelitian
harus dilakukan untuk mencari adanya pengaruh yang dapat menghambat jadwal
operasi.
Pengawas, apakah ia seorang produksi yang berkualifikasi atau orang
yang berpengalaman dalam bidang mekanik, adalah tulang punggung dari program
perawatan preventif. Ia harus mampu mendiagnosa kondisi peralatan dan
menentukan tindakan apakah yang harus diulakukan untuk menjamin
pengoperasiannya. Kecermatan dari para pengawas, pengelola dan pelaksana
perbaikan, dapat menentukan berapa besar ketergantungan departemen produksi
pada program perawatan preventif.
BAB X
PENGELOLAAN DAN PENGONTROLAN
SUKU
CADANG
Suku cadang atau material merupakan bagian pokok
yang perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya
material dan suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50
persen dari total investasi, termasuk adanya kerugian-kerugian karena
kerusakan. Dengan demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai
25 persen dari total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. Oleh
karena itu, pemakaian material atau suku cadang direalisasikan sehemat mungkin
dan perlu pengontrolan dalam pengelolaannya.
Pada dasarnya pengontrolan material atau suku
cadang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan usaha dan kondisi
pengoperasiannya. Namun demikian perubahan dapat saja terjadi dan memerlukan
pengaturan setiap waktu. Jadi setiap bagian perawatan perlu mengorgasisasian
sistem penyimpanan suku cadang dan mengembangkan suatu program pengontrolan
yang dibutuhkan secara khusus.
Dalam
kaitan ini, penting adanya perhatian manajemen untuk pengontrolan material atau
suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan perawatan. Usaha-usaha yang perlu
ditangani dalam mengelola dan mengontrol suku cadang mencakup sistem order,
rencana teknik untuk mengganti atau memperbaiki, penanggulangan masalah produk
yang berubah karena pengaruh material atau suku cadang, persediaan suku cadang
sesuai dengan kebutuhan fasilitas yang akan menggunakannya.
Kontrol Suku
Cadang
Untuk pengelolaan suku cadang yang terkontrol dengan baik, perlu
adanya:
a. Sistem
pencatatan (record system).
Penyimpanan suku cadang, material, dan
perlengkapan lainnya harus tercatat secara sistematis. Perlu adanya sistem
penomoran dalam pembukuan yang menjelaskan deskripsi, lokasi, biaya, sumber,
dan lain-lain yang menjadi pokok dalam sistem pengolahan data.
b. Sistem penyimpanan.
Sistem penyimpanan dapat diartikan sebagai
sistematika dalam penempatan, penyimpanan dan pencatatan barang, komponen, suku
cadang, atau material yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga akan
mempermudah pelayanan pengoperasiannya secara praktis dan ekonomis.
Fungsi
Kontrol Suku Cadang
a. Mengelola penyimpanan barang secara aktif,
termasuk tata letak, sarana untuk penyimpanan, pemanfaatan ruang gudang,
prosedur penerimaan dan pengeluaran barang, suku cadang dan lain-lain.
b. Tanggung jawab teknis untuk keberadaan suku
cadang. Termasuk metode penyimpanan, prosedur perawatan untuk mencegah
kerusakan, pencegahan kehilangan.
c. Sistem pengontrolan stok (persediaan suku
cadang). Catatan inventarisasi, prosedur pemesanan, pengadaan barang.
d. Perawatan untuk bahan-bahan khusus, dalam
pengiriman barang, dalam proses pemakaian, kesiapan suku cadang dalam jumlah
dan spesifikasi yang sesuai menurut kebutuhannya.
e. Melindungi suku cadang dari kerugian atau kehilangan
karena penyimpanan yang kurang terkontrol, dan mencegah adanya pemindahan
barang tanpa diketahui.
Dasar-dasar
Kontrol Suku Cadang
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah
bahwa penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan.
Jumlah maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan secermat
mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dan
kebutuhan nyata (lihat gambar 18).
Gambar 18. Grafik penyediaan suku cadang
Faktor-faktor penting yang mendasari pengontrolan suku cadang,
yaitu:
a.
Persediaan/stok maksimum.
Menunjukkan
batas tertinggi penyimpanan suku cadang dengan jumlah yang menguntungkan secara
ekonomi.
b.
Persediaan/stok minimum.
Menunjukkan
batas terendah penyimpanan suku cadang dengan batas yang aman. Untuk mengatasi
kebutuhan suku cadang di atas batas normal, maka harus selalu ada persediaan
dalam jumlah tertentu.
c. Standar pemesanan.
Menunjukkan
jumlah barang atau suku cadang yang dibeli pada setiap pemesanan. Pemesanan
kembali dapat diadakan lagi untuk mencapai jumlah stok yang dibutuhkan.
d. Batas pemesanan kembali.
Menunjukkan
jumlah barang yang dapat dipakai selama waktu pengadaannya kembali (sampai
batas stok minimum). Pada saat jumlah persediaan barang telah mencapai batas
pemesanan, maka pemesanan yang baru segera diadakan.
e. Waktu pengadaan.
Menunjukkan
lamanya waktu pengadaan barang yang dipesan (sejak mulai pemesanan sampai
datangnya barang pesanan baru).
Dalam menentukan jumlah stok maksimum dan minimum
dari setiap barang yang dibutuhkan, maka penentuan pengadaannya dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut:
• Kemampuan ekonomi pada tiap pengadaan order.
• Penambahan modal.
• Waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang.
• Kemungkinan adanya penyusutan dan kerusakan.
•
Jumlah permintaan barang.
Keuntungan
dari adanya kontrol suku cadang adalah sebagai berikut:
•
Mengetahui titik kritis antara input dan output.
•
Memberikan kemungkinan adanya penambahan output.
•
Mencegah terjadinya keterlambatan dalam pengadaan barang.
•
Adanya keuntungan dari sejumlah potongan harga.
•
Memanfaatan keuntungan dari harga yang tidak menentu.
Jumlah
Pesanan Ekonomis
Penilaian
untuk pemesanan barang dalam jumlah ekonomis mencakup perhitungan biaya-biaya
berikut:
a.
Biaya
pengadaan barang, termasuk biaya administrasi, pengangkutan, inspeksi, dan
biaya-biaya lain yang tak terduga.
b.
Biaya
inventarisasi barang. Termasuk biaya pengelolaan penyimpanan di gudang,
asuransi, keusangan, penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya ini sekitar 10
sampai 20% dari harga rata-rata barang yang disimpan.
Jumlah
pesanan ekonomis dapat diperoleh apabila besarnya biaya pengadaan barang sama
dengan besarnya biaya inventarisasi.
Contoh soal:
Banyaknya
barang yang dibutuhkan dari gudang adalah 20 unit/tahun. Biaya pemesanan
termasuk ongkos-ongkos pengadaan barang Rp. 4096,- /pesanan. Harga barang per
unit Rp. 1000,-. Biaya inventarisasi per tahun 16% dari harga rata-rata barang
yang disimpan
Tentukan:
1.Jumlah
pesanan ekonomis.
2.Batas
pemesanan kembali, bila waktu pengadaannya 3 bulan.
Jadi bila
persediaan di gudang tinggal 5 unit maka pemesanan kembali segera diadakan.
Penyimpanan
Suku Cadang
Penyimpanan
suku cadang biasa diletakkan dalam gudang perawatan dan dikelola dengan baik
sehingga mempermudah penyediannya pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini,
penyimpanan stok barang, material atau suku cadang dapat dibagi menjadi
beberapa bagian gudang menurut kelompoknya.
a. Gudang suku
cadang khusus
Gudang ini untuk menyimpan suku cadang yang biasa dipakai pada
peralatan atau mesin-mesin tertentu dan sangat vital fungsinya. Yang termasuk
ke dalam kelompok suku cadang ini antara lain seperti motor listrik khusus,
poros bubungan, bantalan khusus, roda gigi pengganti dan komponen-komponen
khusus lainnya.
Suku cadang
yang dibutuhkan dapat dikelompokkan pada bagian khusu apabila:
• Digunakan untuk mesin yang kalau terjadi kemacetan akan
mengakibatkan kerugian besar.
• Digunakan
untuk satu atau dua mesin tertentu.
• Dalam
pemakaiannya lebih tahan lama daripada suku cadang biasa.
• Sulit untuk
pengadaan cepat.
• Relatif lebih
mahal dibandingkan dengan suku cadang lainnya.
b. Gudang suku
cadang biasa.
Gudang ini menyimpan suku cadang yang tidak istimewa dan dalam
pemakaiannya cendrung lebih cepat dibandingkan dengan suku cadang khusus,
sehingga suku cadang ini sering mengalami penggantian.
Contoh suku
cadang biasa antara lain: katup-katup, bantalan biasa, packing, fitting pipa,
dll.
b.
Gudang
perawatan
Gudang ini menyimpan berbagai sarana atau perlengkapan
yangdiperlukan untuk pekerjaan perawatan. Perlengkapan yang disimpan dalam
gudang perawatan umum antara lain: perlengkapan pelumasan dan pengecatan, peralatan
perkakas tangan, kunci-kunci, alat-alat potong, alat pembersih, alat-alat ukur,
dan alat-alat bantu perawatan yang tidak terdapat di gudang lain.
BAB XI
PELATIHAN
KARYAWAN
Pelatihan kerja dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keahlian tenaga kerja yang diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas-tugas
perawatan. Selain itu, adanya pelatihan yang berkaitan dengan keahlian teknik
adalah usaha untuk lebih meningkatkan kemampuan tenaga kerja trampil dalam
pekerjaan perawatan pada saat ini maupun untuk perbaikan di masa datang.
Kebutuhan pelatihan ini terasa sangat diperlukan sehubungan dengan perkembangan
teknologi yang semakin maju.
Menentukan Program Latihan Kerja Perawatan
Pelatihan merupakan kegiatan positif yang sangat menunjang
untuk mencapai keberhasilan. Namun demikian, perlu diamati apakah program
pelatihan harus diadakan atau tidak karena pelaksanaannya membutuhkan biaya
besar. Di industri, pelatihan dilakukan untuk memecahkan permasalahan rendahnya
kemampuan tenaga kerja atau adanya kerugian akibat kerusakan peralatan.
Sebelum mengadakan pelatihan, perlu dipelajari apakah suatu
persoalan dapat dipecahkan tanpa melalui pelatihan. Dalam hal ini perlu
dipelajari apa yang dapat dicapai tenaga kerja setelah melakukan pelatihan, dan
apa yang dapat dicapai oleh tenaga kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan.
Pada perawatan, masalah ini dapat diketahui dari catatan
kondisi mesin, biaya perawatan, keterlambatan produksi, pekerjaan ulang,
penggantian suku cadang, keselamatan kerja, dan adanya keluhan-keluhan dalam
penyelesaian pekerjaan. Dari data itu dicek apakah ada petunjuk kuat yang
memungkinkan bahwa permasalahan itu dapat dipecahkan melalui pelatihan.
Masalah pokok dalam program pelatihan kerja perawatan adalah bagaimana agar pelatihan
tersebut dapat mencapai hasil yang bisa diandalkan, dan bagaimana mengukur
keberhasilannya. Untuk itu perlu adanya standar evaluasi yang ditentukan dalam
mengukur tingkat keberhasilan program latihan
Tujuan
program pelatihan dalam bidang perawatan adalah untuk mencapai tingkat
kemampuan kerja yang dapat diukur berdasarkan:
• standar kualitas
• standar kuantitas
• standar waktu
Faktor Penunjang Program Pelatihan
Untuk
mengadakan pelatihan kerja perawatan, perlu dipertimbangkan adanya
faktor-faktor dasar yang dapat menunjang program pelatihan.
a. Apa yang dibutuhkan untuk program pelatihan
Dalam hal ini, program pelatihan akan diadakan kalau bisa
mendatangkan keuntungan melalui peningkatan kerja dalam bidang perawatan, dan
sedikit pun tidak merugikan berbagai pihak di industri, sehingga biaya yang
dikeluarkan tidak sia-sia. Setiap program pelatihan yang diajukan masing-masing
disesuaikan dengan kebutuhan industri.
Jawaban
pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu dalam menentukan program
pelatihan:
• Apakah orang-orang yang diharapkan untuk dapat memajukan
bidang perawatan, karena alasan lain akan pindah atau meninggalkan tugasnya
dalam beberapa tahun lagi?
• Apakah dampak otomatisasi pada pabrik, dan bagaimanakah
reorganisasi tenaga kerja yang akan diperlukan?
• Dimanakah
penempatan/posisi yang tepat dalam pabrik, setelah menyelesaikan program
pelatihan?
Jawaban-jawaban
pertanyaan diatas juga merupakan informasi yang menjadi dasar pertimbangan
untuk menentukan perlu tidaknya program khusus dalam latihan.
b.
Dimana Pelatihan Dilaksanakan
Langkah selanjutnya adalah menentukan dimana pelatihan akan
dilaksanakan. Haruskah dilaksanakan di industri, di luar industri seperti di
lembaga pendidikan dan pelatihan, atau di politeknik? Dimanapun pelatihan
dilaksanakan yang penting program pelatihan difokuskan pada tujuannya dan
dilaksanakan dengan jadwal yang ketat serta disiplin.
Dengan demikian, untuk menentukan tempat pelatihan perlu
dipertimbangkan pula akan adanya faktor-faktor penunjang seperti:
• Tenaga
pengajar/instruktur.
• Fasilitas
untuk pelatihan (ruang belajar, bengkel praktek kerja, laboratorium).
• Media
pendidikan dan pelatihan.
c.
Bagaimana Pelatihan Dilaksanakan?
Apabila pelatihan dilakukan di industri, perlu ditentukan
apakah program pelatihan diarahkan pada kerja produktif (kerja yang sebenarnya
di pabrik), atau pada kerja non produktif (membuat program kerja khusus untuk
latihan). Beberapa pabrik mengambil kebijaksanaan bahwa pelatihan kerja yang
dilaksanakan di industri dengan sistem di luar kerja produktif dianggap lebih
memadai, karena jadwal kegiatan pelatihan lebih terbuka luas, lebih banyak,
peserta pelatihan mendapat kesempatan belajar dengan lebih baik. Di samping itu
suatu pengoperasian dapat diulangi sebanyak mungkin menurut kepentingannya
sehingga keterampilan tersebut benar-benar bisa dikuasai.
Namun
pengarahan program pelatihan ini tergantung pada pandangan masing-masing
industri, karena berkaitan dengan masalah biaya, jadwal pelaksanaan dan tujuan
yang akan dicapai.
d. Siapakah Yang Bertanggung Jawab Untuk Pelaksanaan
Pelatihan?
Apakah tanggung jawab untuk pelaksanaan pelatihan kerja
perawatan tetap pada bagian perawatan atau pada fungsi lain seperti bagian
'industrial relation' yang erat kaitannya? Pertanyaan ini ditujukan, terutama
bila program pelatihan dilaksanakan pada sistem kerja produktif.
Untuk efektifitas pelaksanaan program pelatihan, maka
tanggung jawabnya dapat dipegang oleh dua bagian yang bekerja-sama, yaitu:
bagian 'industrial relations' menyiapkan keahlian dalam bidang teknik latihan,
dan bagian perawatan
menyiapkan
dalam bidang penerapan praktis. Pada tahap awal, semua tanggung jawab untuk
tugas latihan perlu ditentukan dengan jelas berdasarkan spesialisasi
pekerjaannya.
a. Siapa Sebenarnya yang Memberikan Instruksi Untuk
Tugas-Tugas
Pelatihan?
Apakah seorang supervisor perawatan, tenaga ahli atau
seseorang yang ditunjuk khusus dapat menginstruksikan tugas-tugas pelatihan?
Dalam hal ini, tentu ada keuntungan dan kerugiannya pada pemilihan instruktur
diantara mereka.
Seorang
supervisor tentu banyak mengetahui tentang keterampilan yang dimiliki tenaga
kerjanya, tetapi tugas utama seorang supervisor adalah bertanggung jawab dalam
mengawasi penyelesaian pekerjaan dengan tepat, memenuhi standar waktu, kontrol
biaya, dan banyak menangani masalah pekerjaan personilnya. Sehubungan dengan
tugas-tugasnya tersebut, apakah ia mempunyai cukup waktu untuk memberi
perhatian penuh dalam pelaksanaan program pelatihan, apalagi untuk meningkatkan
kemampuan peserta pelatihan yang pada mulanya relatif tidak memiliki keterampilan.
Setelah memperhatikan
rencana pelaksanaan pelatihan tenaga kerja perawatan, kita akan bertanya
siapakah orang yang tepat untuk menjadi tenaga pengajar (instruktur) dengan
kualifikasi yang dibutuhkan? Sebagai dasar pertimbangan untuk pemilihannya, ada
beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh setiap instruktur, yaitu:
•
Berpengalaman
dalam bidangnya, menguasai teknik perawatan.
•
Menguasai
manajemen perawatan, mampu mengelola program pelatihan, memperkirakan biaya
perawatan, menentukan pekerjaan perawatan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengontrol, mengevaluasi dan sebagainya.
•
Kemampuan dalam
berkomunikasi, dapat menyampaikan informasi dan instruksi dengan jelas.
•
Mempunyai cukup
waktu untuk melaksanakan program pelatihan sampai selesai.
PENUTUP
Proses perawatan mesin produksi
tidak mungkin dihindari oleh suatu perusahaan, karena hal ini berkaitan erat
dengan kelancaran proses produksi. Perawatan mesin yang biasanya dilakukan oleh
perusahaan hanya berupa corrective maintenance yaitu mengganti komponen
jika terjadi kerusakan.
Tanpa disadari tindakan tersebut
justru mengakibatkan peningkatan biaya produksi karena penggantian komponen
dilakukan pada saat proses produksi sedang berjalan. Berbeda dengan preventive
maintenance, yang dapat memperkecil kemungkinan kerusakan mesin produksi
sehingga proses dapat berjalan dengan lancar. Selain itu umur teknis dari
mesin-mesin produksi akan lebih lama. Untuk itu akan dibuat sistem penjadwalan preventive
maintenance yang diharapkan dapat menekan biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar